Selasa, 13 Maret 2012

Selembar Uang Kertas Pecahan Seratus Dolar

Dia adalah seorang anak susah yang terlahir dalam keluarga miskin, ayahnya wafat pada saat usianya tiga tahun, ibunya mencari nafkah dengan mencuci pakaian orang. Maka dia sadar kalau dirinya harus bekerja keras.
 
Pada usia 18 tahun, dia berhasil masuk perguruan tinggi dengan nilai yang tinggi. Demi mencukupi biaya sekolahnya, ibunya pernah menjual darah, namun dia berpura-pura tidak tahu, sebab takut melukai hati ibunya.
 
Dia sendiri pernah menjual darah secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui ibunya, mengangkut batu sampai tangannya berdarah, juga menjual koran, demi sedikit meringankan beban ibunya.
 
Pada masa liburan musim dingin tahun kedua, dia pulang ke rumah dan melihat ibunya sedang mencuci pakaian orang dalam cuaca sangat dingin, kedua tangan ibunya sampai pecah-pecah karena kedinginan. Ibunya berkata: “Pekerjaan lain sulit ditemukan, jadi hanya bisa mencuci pakaian, sehelai pakaian upahnya satu dolar, semua ini adalah pakaian orang kaya, mereka takut pakaiannya rusak kalau mempergunakan mesin cuci.”
 
Hari itu, ibunya menerima upah kerjanya dan berkata dengan gembira: “Anakku, ibu mendapatkan upah 200 dolar.”
 
Sambil berkata ibunya merogoh kocek, siapa tahu di dalam koceknya hanya tersisa selembar uang kertas pecahan 100 dolar saja.
 
Seketika ibunya menjadi panik: “Ibu kehilangan 100 dolar.”
 
Tanpa berkata banyak, ibunya dengan tergesa-gesa ke luar rumah. Di luar rumah sungguh gelap, angin juga kencang dan turun salju, ibu menelusuri jalan pulang tadi untuk mencari uangnya. Dapat dilihat kalau 100 dolar itu adalah sangat penting baginya.
  
Itu adalah biaya hidup ibunya selama sebulan, itu adalah uang makannya selama sebulan.
 
Ibunya sudah ke luar rumah, dia juga mengikuti ibunya ke luar rumah. Di luar sangat gelap, ibunya mempergunakan lampu senter untuk mencari uangnya. Tanpa terasa air matanya mengalir turun.
 
Benar! Itu adalah upah ibunya mencuci 100 helai pakaian. Dia mencari di halaman rumah, juga mencari di jalan, tetapi tetap saja tidak ditemukan. Jika pun ada, mungkin sudah pun dari tadi dipungut orang lain.
 
Ibunya bolak balik tiga kali untuk mencari uangnya. Dia berkata kepada ibunya dengan hati pilu: “Ibu, tidak usah cari lagi, nanti sesudah hari terang baru kita cari lagi.
 
Namun ibunya tetap bersikeras ingin mencari, cahaya dari lampu senter di kegelapan malam seakan menikam lubuk hatinya dan membuat rasa sakit tiada terhingga.
 
Dia lalu mengambil 100 dolar dari uang biaya hidup yang diberikan ibunya dan meletakkannya di halaman rumah. Dia beranggapan kalau ini adalah jalan terbaik untuk membebaskan ibunya dari kegalauan.
 
Ternyata dia mendengar ibunya berkata dengan senang: “Anakku, uang sudah ditemukan.”
 
Dia berlari ke luar dan ikut bergembira bersama ibunya. Dengan gembira ibu dan anak kembali ke dalam rumah. Ibunya berkata: “Anggap saja tidak ditemukan. Mari, ini untukmu! Kamu harus makan yang lebih baik, lihat! Kamu terlalu kurus.”
 
Beberapa tahun kemudian, dia tamat kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia lalu menjemput ibunya untuk tinggal bersama di kota, sejak itu ibunya tidak perlu lagi mencuci pakaian orang.
 
Uang kertas pecahan seratus dolar itu, dia tidak pernah merasa rela untuk mempergunakan dan terus disimpannya. Itu adalah uang kertas pecahan seratus dolar yang dicari ibunya semalaman, melambangkan kehangatan dan perasaan penuh kemantapan.
 
Setelah beberapa tahun kemudian, dia mengungkit hal ini dalam suatu kesempatan, sambil tersenyum berkata kepada ibunya: “Ibu, saya yang menaruh uang kertas pecahan seratus dolar itu di sana.” Namun yang mengejutkannya adalah jawaban ibunya: “Ibu tahu”.
 
Dengan heran dia bertanya: “Bagaimana ibu bisa tahu?” Ibunya menjawab: “Uang yang ibu dapatkan selalu diberi tanda, ada tulisan 1, 2, 3 di atasnya, sedangkan uang kertas itu tidak ada tanda, apalagi ditemukan di halaman rumah. Ibu tahu kalau itu adalah uang yang kamu taruh karena takut ibu galau. Dalam hati ibu berpikir, karena anak ibu demikian sayang pada ibu, maka ibu tidak boleh mencari lagi, jikalau sudah hilang dan tidak akan ditemukan lagi, kenapa tidak membuat anak ibu tenang hati saja?”
 
Dia lalu maju memeluk ibunya dengan mata berkaca-kaca.
 
Sungguh ibu dan anak yang bertautan hati, mereka selalu meninggalkan cinta kasih terhangat kepada pihak lain. Benar sekali, walau pun miskin, namun dengan adanya cinta kasih, maka mereka merupakan orang paling kaya di dunia ini.
 
Pencarian sehelai uang kertas pecahan seratus dolar ini melambangkan dalamnya kasih sayang antara ibu dan anak.
 
 
一張百元紙幣
 
他是苦孩子,出身窮苦,三歲死了爹,娘給人家洗衣服賺錢。所以,他知道自己應該分外努力。
 
18歲那年,他以優異成績考上大學。母親為了給他湊足學費曾去賣過血,他裝作不知道,怕刺傷母親的心。
 
他也瞞著母親去賣過血,搬過石頭磨破了手,賣過報紙,為的是減輕母親一些負擔。
 
大二的寒假,他回家,看到母親正在寒冷的冬天裏給人家洗衣服,手都凍裂了。母親說:「別的工作不好找,只有洗衣服,一件一塊錢:那些都是富人家的衣服,怕洗衣機洗壞了……
 
那天,母親領到錢,高興地說:「兒子,媽媽賺了200塊錢。」
 
說著就掏口袋,誰知口袋裏只剩下一張百元紙幣!
 
母親一下子慌了:「我丟了100塊錢。」
 
再也沒有說二話,就慌慌張張地跑了出去。外面夜黑風大下著雪,母親沿著來的路線去找錢。看得出來,那100塊錢對她而言,簡直是太重要了!
 
那是母親一個月的生活費,那是他一個月的菜金啊!
 
母親出去了,他也隨著母親走。外面很黑,母親打著手電筒邊走邊找。他的眼淚就下來了。
 
是啊,那是母親洗了100件衣服的報酬啊!他在院子裏、去外面的路上找,還是沒有。就是有,也早讓人撿去了吧?
 
母親在寒風中來來回回地走了三趟。他心疼地說:「媽,別找了,天亮了再找吧。」
 
母親卻執著地找下去,手電筒的光柱晃在黑夜裏,刺得他心疼。
 
他從母親給的生活費中抽出100元,放在院子裏。他認為,這是讓母親解脫的好辦法。
 
果然,他聽到母親驚喜的聲音:「孩子,錢找到了!」
 
他奔出去,配合著母親的驚喜。母子倆興高采烈地回到屋子裏。母親說:「就當沒找到。來,給你,自己多吃點好的,看你瘦的。」
 
幾年後他大學畢業,有一份好工作。他把母親接到城裏,母親再也不用洗衣服了。
 
那張百元大鈔,他沒捨得花,還一直留著。 那是他和母親找了半夜的一張百元紙幣,是溫暖,是踏實。
 
過了幾年,他偶爾提起這事,笑著對母親說:「媽,那100元是我放在那裏的。」讓他驚奇的是,母親說:「我知道」。
 
倒是他吃了一驚:「你怎麼知道?」母親說:「我領回的錢都有記號,上面寫著123,而那張百元紙幣上面沒有記號,況且是在院子裏撿到的。我知道那是你怕我著急放的。我想,兒子這樣心疼我,我不能再找了,既然丟了找不回來,為什麼不讓兒子放心呢?」
 
他上前抱住母親,眼睛潮濕了。
 
母子連心啊,他們都想把最溫暖的愛留給對方。是啊,雖然貧窮,可是有了愛,他們就是世界上最富有的人。
 
那一張百元紙幣的尋找,就是母子情深啊!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar