Rabu, 22 Februari 2012

Sudut pandang Master Cheng Yen terhadap hidup dan mati

Sudut pandang Master Cheng Yen terhadap hidup dan mati

Berani menghadapi “kematian” dan belajar tentangnya

Begitu terlahir di dunia ini, setiap orang sudah mesti menghadapi masalah hidup dan mati, seperti dikatakan oleh Master Cheng Yen: “Pada hari kita dilahirkan di dunia ini, kita sudah mesti menghadapi masalah perpisahan dalam kehidupan dan kematian. Dunia kematian terpampang jelas di sekitar kita, sebab ketidak kekalan dan penderitaan akan selalu datang di dunia ini.”

Jika kematian itu pada akhirnya niscaya harus dihadapi oleh setiap orang, lalu bagaimana seharusnya kondisi batin kita dalam menghadapinya? Pertama-tama, Master beranggapan: “Ada sebagian orang sangat galau karena tidak tahu akan dunia setelah kematiannya. Sebetulnya, jika terhadap kebenaran hidup sebagai manusia saja tidak tahu, malah ingin mencari kebenaran hidup sebagai hantu, bukankah anda hanya menyusahkan diri sendiri saja? Telah dikatakan ‘jika ingin mengetahui benih karma pada masa kehidupan lampau, lihat saja pada buah karma yang diterima dalam masa kehidupan sekarang; jika ingin mengetahui buah karma pada masa kehidupan mendatang, lihat saja pada benih karma yang diciptakan dalam masa kehidupan sekarang.’ Daripada merasa risau akan masalah sesudah mati, lebih baik sungguh-sungguh menjaga kehidupan pada saat ini, sebab benih apa yang ditanamkan, buah itu juga yang akan dituai.” Ini juga sama seperti konsep kebenaran yang pernah dikatakan oleh Konghucu: “Jika arti kehidupan saja belum diketahui, bagaimana tahu akan arti kematian?”

Master Cheng Yen menekankan agar tidak perlu “risau” terhadap kematian, tetapi bukannya tidak perlu belajar akan kematian; sebab hanya dengan belajar dan memahami dengan benar, baru kita tidak takut akan kematian. Orang jaman dulu mengatakan: “Ada orang mengatakan apa saja boleh dipelajari, hanya kematian yang tidak boleh dipelajari; namun sebaliknya saya beranggapan kalau perkataan ini kurang tepat. Kematian itu malah harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Kematian adalah akhir dari kehidupan dan hal ini sangat ditakuti orang; jika kita memiliki pengetahuan yang jelas dan tepat akan kematian, tahu kalau adalah hal wajar bila sesudah seseorang meninggal dunia, arwah akan meninggalkan jasadnya, maka kita tidak akan takut akan kematian lagi.”
 
Menuju pada kesadaran Tathagata yang suci
 
Master Cheng Yen beranggapan, dalam belajar ajaran Buddha adalah belajar bagaimana merubah kondisi batin agar berani menghadapi kenyataan: “Jika kondisi batin dapat dirubah, itulah pembebasan, sehingga dapat hidup dengan tenang dan nyaman, ini adalah salah satu lingkaran terpenting dalam belajar ajaran Buddha. Dalam belajar ajaran Buddha bukannya belajar lari dari kenyataan, melainkan belajar ‘berani menghadapinya’. Jika memang hukum karma telah datang di hadapan, apakah kita dapat menghindarinya? Sebetulnya tidak akan dapat dihindari. Jadi kita harus belajar membebaskan dari kegelisahan, belajar rileks, belajar berani memikul tanggung jawab dan belajar menghadapi kenyataan.”

Kematian memang merupakan kenyataan paling akhir dalam kehidupan manusia, namun tidak melambangkan akhir dari segalanya. Dalam agama Buddha disebutkan adanya tumimbal lahir dalam enam alam kehidupan, hidup dan mati, mati dan hidup kembali, hanya orang yang tahu jelas akan hidup dan mati, baru akan terbebas dari kegelisahan. Seperti disebutkan oleh Master Cheng Yen: “Setelah terlahir nantinya akan mati, setelah mati akan terlahir kembali, kelahiran adalah titik tolak dari kematian, kematian adalah titik awal dari kelahiran, kelahiran dan kematian hanya merupakan titik tolak dan titik awal dari tumimbal lahir. Setiap orang akan mati, orang yang dikasihi juga akan mati, orang yang dibenci juga akan mati, hidup dan mati adalah proses alami, jadi kita harus berpandangan terbuka terhadap masalah hidup dan mati. Orang yang terbebas dari kegelisahan akan hidup dan mati adalah orang yang telah memahami hidup dan mati secara tuntas.”

Lalu bagaimana manusia dapat membebaskan diri dari hidup dan mati? Master menjelaskannya mulai dari kesadaran batin manusia.

Umumnya ilmu jiwa hanya melakukan riset dan analisa terhadap kesadaran penglihatan (cakstur vijnana), kesadaran pendengaran (srotra vijnana), kesadaran penciuman (ghrana vijnana), kesadaran pengecapan (jivha vijnana), kesadaran sentuhan (kaya vijnana) dan kesadaran pikiran (mano vijnana), tetapi dalam ajaran Buddha disebutkan manusia masih memiliki kesadaran ketujuh dan kedelapan.
 
Ketika kesadaran keenam (kesadaran pikiran) memberi respon terhadap kondisi luar, biar pun kondisi luar telah berubah, namun kesadaran pikiran tetap saja bekerja terhadap kondisi tersebut dan terus berbekas sampai masa mendatang, walau pun telah lama berlalu, namun tetap berkesan.

Semua yang dipikirkan dalam batin manusia pada kesehariannya akan berubah menjadi pola gerak yang bersifat kebiasaan, semua ini diciptakan setelah melalui renungan dan pengaruh tabiat buruk secara perlahan-lahan. Master mengumpamakan batin kita bagai sepetak “lahan batin”, jika ingin menanami lahan batin perlu ada benih, dari mana asalnya benih ini? Berasal dari kesadaran kedelapan, biasanya disebut dengan “gudang kesadaran ” (alaya vijnana). Sedangkan kesadaran ketujuh adalah “kesadaran pusat pikiran” (manas vijnana),
menjadikan hasil masukan dari enam kesadaran sebagai kemelekatan pada ego.
 
Kesadaran kedelapan adalah gudang kesadaran yang tetap saja tenggelam dalam masalah hidup dan mati, jadi kita harus melampaui kesadaran kedelapan dan mencapai taraf yang sifat hakikinya suci, baru bisa terbebaskan dari hidup dan mati. Oleh sebab itu Master menjelaskan lagi: “Sasaran belajar ajaran Buddha adalah melampaui kesadaran kedelapan dan menuju pada kesadaran kesembilan, kesadaran kesembilan adalah kesadaran Tathagata (amala vijnana); ‘tatha’ artinya batin murni tak tergerakkan, tidak akan tergerakkan oleh kerisauan dalam hubungan antar sesama, ‘agata’ artinya bebas datang dan pergi tanpa rintangan apa pun. Jika kita dapat benar-benar memahami kalau hidup dan mati adalah alamiah dan juga pasti, kelahiran adalah awal dari kematian dan kematian adalah titik tolak dari kelahiran, hidup dan mati, mati dan hidup, maka apa lagi yang perlu ditakutkan?  Dalam menghadapi hidup dan mati, dalam batin tiada ganjalan dan tiada kerisauan; dalam menghadapi segala macam kondisi, tetap dapat diterima dengan suka cita dan tanpa pikiran bukan-bukan, jika dapat bebas datang dan pergi seperti itu, bebas tanpa beban pikiran, inilah taraf sifat hakiki yang suci.”

Menggenggam momen sekarang juga agar tiada penyesalan dalam kehidupan ini

Bagaimana seharusnya manusia bersikap agar merasa tenang terhadap hidup dan mati, serta tidak terlahir ke alam kehidupan jahat? Master beranggapan, selain harus bersikap tenang dalam menjalani masa kehidupan sekarang, juga harus berikrar tekad untuk melangkah di jalan Bodhisattva.

Master berceramah: “Dari mana sebenarnya datangnya diri kita? Ke mana pula kita pergi setelah kematian? Dalam ajaran Buddha disebutkan ‘jika ingin mengetahui benih karma pada masa kehidupan lampau, lihat saja pada buah karma yang diterima dalam masa kehidupan sekarang; jika ingin mengetahui buah karma pada masa kehidupan mendatang, lihat saja pada benih karma yang diciptakan dalam masa kehidupan sekarang.’ Manusia datang dengan membawa benih karma yang diciptakan dalam masa kehidupan lampau, juga membawa benih karma dari masa kehidupan lampau menuju masa kehidupan mendatang, inilah kebenaran dari hukum karma. Benih yang diciptakan dalam masa kehidupan lampau akan berbuah dalam masa kehidupan sekarang, maka kita harus menerimanya dengan suka cita. Hidup dan mati adalah sirkulasi yang alamiah, ketika mati kita akan terbawa pergi oleh cahaya yang ditimbulkan oleh jalinan karma, tanpa dapat kita kendali, kemungkinan kita akan terlahir di alam binatang. Jika dapat berikrar untuk berjalan di jalan Bodhisattva, serta bertekad untuk menyelamatkan makhluk berjiwa yang masih tersesat, maka ketika cahaya tersebut muncul pada akhir hayat, kita akan tahu dengan sendirinya apakah kita akan mengikuti cahaya tersebut atau tidak.”
 
Master Cheng Yen pernah mengumpamakan satu masa kehidupan sebagai satu hari, kematian bagaikan tidur lelap di malam hari; jika ingin tidur dengan nyenyak, kita harus menunaikan kewajiban dengan bersumbangsih demi semua makhluk, barulah hati kita akan bebas dari ganjalan. Master mengatakan: “Saya sering mengatakan kalau waktu tidur pada setiap harinya bagaikan ‘mati singkat’; sedangkan kematian hanya bagaikan masa tidur yang sangat mendalam, maka disebut sebagai ‘tidur panjang’, ketika bangun tidur sudah mendapatkan sebuah kehidupan baru.” “Jika semua hal yang pantas dilakukan sudah pun dikerjakan siang harinya, baru malam hari dapat tidur dengan tenang; jika pada siang hari ada berkata salah dan menyebabkan orang merasa tidak senang, atau ada hal yang tidak tuntas dikerjakan, maka dalam hati akan ada ganjalan dan sulit untuk tertidur. Demikian juga dengan kematian, jika kita mengharapkan berada dalam kondisi tenang pada saat ajal menjelang, maka mulai sat ini kita harus menggenggam momen sekarang untuk menunaikan kewajiban diri, melayani semua makhluk dengan segenap kemampuan, sehingga pada akhir hayat nanti, kita akan dapat pergi dengan hati yang tenang.” “Setiap hari kita harus bertanggung jawab atas diri sendiri, setiap hari tiada penyesalan, dengan demikian barulah kita tidak akan membawa serta benih karma ke alam kehidupan selanjutnya.”
 
“Terlahir kembali ke alam suci” adalah impian dari kebanyakan umat Buddha, namun Master lebih menekankan pada alam suci di dalam “batin manusia” dan “alam manusia” ini. Master mengatakan: “Sebutan ‘alam suci’ adalah sebuah kondisi batin, sebagai manusia di dunia ini, kita semestinya menitik beratkan diri kita pada kehidupan nyata, bagaimana berprilaku sebagai manusia dan menangani masalah. Jika terus mencari tahu akan masa kehidupan lampau, masa kehidupan sekarang dan masa kehidupan mendatang, ditakutkan kita akan semakin jauh dari kehidupan nyata, menganggap remeh benih karma dan balasan karma pada masa sekarang ini, tersesat dalam jurang dalam dari pemikiran yang tanpa dasar.” Daripada mencari alam suci pada masa kehidupan mendatang, lebih baik mencengkam momen yang ada dalam masa kehidupan sekarang, baik-baik menghargai keberkahan dan menciptakan keberkahan, ini baru merupakan tindakan paling nyata dan mantap.

Disebutkan “Sulit terlahir sebagai manusia dan sekarang kita sudah terlahir sebagai manusia, sulit mendengarkan ajaran Buddha dan sekarang kita sudah mendengarkan pembabarannya; jika kita tidak menyadarkan diri dalam masa kehidupan sekarang, sampai masa kehidupan yang mana baru mau menyadarkan diri?” Master menyampaikan, kita harus baik-baik merenungkan kalimat ini, kita harus melangkah maju demi semua makhluk, bukannya jalan di tempat saja. Ketika kita menerima kematian dan belajar tentang kematian, terlebih lagi harus mencengkam masa kehidupan sekarang untuk baik-baik membina diri sendiri dan menyadarkan semua makhluk, baru kita dapat membebaskan diri dari hidup dan mati, bebas dari kegelisahan dan tanpa hambatan.
 
證嚴上人的生死觀

勇敢面對及學習「死亡」

人一出生便須面對生死,如證嚴上人所開示的:「出生的那一天,我們就得面臨生離死別。死亡的境界全都呈現在我們的周圍,因為無常苦難在人間。」

既然死亡是每個人終將面對的,那麼,我們該以怎樣的心態去面對呢?首先,上人認為:「有些人很煩惱死後的世界不知如何?其實,連做人的道理都不曉得,就想 追求做鬼的道理,不是庸人自擾嗎?所謂『欲知前世因,今生受者是;欲知來世果,今生做者是。』與其煩惱死後的事情,不如用心照顧好當下的人生--種什麼 因,得什麼果。」這也正是孔子之所以言:「未知生,焉知死?」的道理。

但是,上人強調的是不須對於死亡毋庸「煩惱」,卻並非不須學習;因為唯有學習並正確地認知,方能不懼死亡。故上人云:「有人說,什麼都可以學,就是死不要 學;我則認為這種說法不對。死,才真正要用心學習。死亡是人生的終點,人最惶恐的就是這件事;若對死亡有透徹、正確的認知,知道死後靈魂脫體是非常安然的 境界,就不會對死亡恐懼了。」

邁向清淨如來識

證嚴上人認為,學佛就在於能轉變心態,勇於面對現實:「心態的感受轉變得過來就叫解脫,即輕安自在,這也是學佛最重要的一環。學佛絕對不是學逃避,而是要 學習「勇於面對」。既然是因緣果報現前,你逃避得了嗎?其實逃避不了。所以就要學習自在、學習輕安、學習勇於承擔,學習去面對現實!」

而死亡,便是人生最終的現實--但並非代表一切的結束。佛家講六道輪迴,生生死死,死死生生,唯有能徹底了知生死,方能生死自在。如上人所云:「生而死, 死了又生,生是死的起點,死是生的開頭,生死不過是生命輪迴的起點與開頭而已。人人都會死,所愛的人會死,所憎的人也會死,生死是自然的過程,所以要看開 生死。能夠生死自在的人,就是透徹了知生死的人。」

那麼,人要如何了脫生死呢?上人先從人的心識加以說明。

一般心理學都僅止於研究與分析眼、耳、鼻、舌、身、意等六識,在佛教來講,人還有第七識和第八識。

第六識和外境能相應,即使境界遷移之後,還會有繼續運作過去的境界,延續到未來,即使經過很長一段時間仍能記得。

人類心靈平時的所思所想,會成習慣性的動作型態,這就是經過思考和習性熏染之後而造作出來的。上人將我們的心喻為「心田」,要耕耘心田,便要有種子;種子是從哪裡來的?便是從第八識,也就是一般所言的「業識」。至於第七識則是「我執」識,將前六識皆執著為我。

第八識為業識,仍沉淪於生死;須超越第八識,達至本性清淨的境界,方能了脫生死。故上人進一步言:「學佛目標是在超越第八識邁向第九識,第九識就是清淨的 如來識;『如』是純真不動之心,不會被世間人我是非之煩惱所動搖;『來』就是來去自如,沒有任何障礙。我們若能真正透徹生死是自然也是必然,生是死的開 頭,死是生的起點,生生死死,死死生生,有何好懼怕的呢?面對生死,心無掛礙、無煩惱;面對任何境界,都能歡喜接受、意無顛倒,如此來去自如,逍遙自在, 這就是本性清淨的境界!」

把握當下,此生無憾

人又該怎麼做,才能安於生死,並且不轉生惡道呢?上人以為,除了坦然安於今生的生命外,還應立志於菩薩道。

上人開示云:「『究竟生從何來,死往何去?』佛教有句話:『欲知前世因,今生受者是;欲知來世果,今生造者是。』人是從過去所造作的種子而來,也就是由過 去所造作的業因導向未來的人生,此即因緣果報之理。過去造因,今生果成,所以我們要歡喜接受。生死是自然的循環,死時隨著業緣所化作之光而不由自主地跟著 光去,或投胎到牛馬之畜牲道中。若能立定志願非菩薩道不去,亦即能發心發願以覺悟的有情救度迷茫的有情,那麼到生命的最後一天那道光化現時,心自然明白自 己該不該跟著去。」

證嚴上人並曾將人的一生以一日為喻,死亡就像是夜晚的沉眠;想要安眠,便該盡本分為眾生付出,方能心無罣礙。上人云:「我常說,人每天睡覺就像『小死』; 而死亡只像進入深沈的睡眠,所以又叫「長眠」,醒來時就是新的人生了。」「我們白天將該做的事都做好了,晚上才能安然入睡;如果白天曾說錯話得罪人或有事 沒做好,心就會有牽掛,輾轉難眠。死亡也是一樣,如果我們希望自己臨終時非常安詳,現在就要把握時間善盡本分,盡力為眾生服務,則此生的最後就能安安心心 地離開。」「每天對自己負責,每天都毫無憾恨,如此就不會帶業往生。」

「往生淨土」是許多佛教徒期望的歸宿,但上人更強調「心靈」及「人間」淨土。上人云:「所謂『淨土』,是一種心靈境界,身處世間人群中,應當著重現實人生 如何做人處事。若一味探討前世、今生、來生,恐將離開現實更遠,輕忽當下的因果造作,迷失於漫無邊際的思想深淵。」比起追求來世的彼岸淨土,把握今生當 下,好好地惜福、造福,才是更踏實的做法。

所謂「人身難得今已得,佛法難聞今已聞;此身不向今生度,更待何生度此身?」上人表示,我們應好好思考這句話,要邁步向前為眾生,而非原地踏步鑽研故紙。在我們接受死亡、學習死亡之時,更要把握此生,好好用功修行、濟度眾生,方能了脫生死,自在無礙

Tidak ada komentar:

Posting Komentar