Sabtu, 10 Maret 2012

Kita tidak sadar kalau memiliki sebutir mutiara

Ada seorang tetua yang menemukan seorang putera temannya berada dalam kondisi sangat miskin dan menjadi gelandangan di jalanan, dia segera mengundangnya ke rumah dan melayaninya dengan makanan enak, anak ini setelah kenyang langsung terbaring tidur. Tetua ada urusan penting dan harus ke luar rumah, namun karena anak ini terlihat masih tertidur pulas, maka dia mengambil sebutir mutiara dari badannya dan meletakkannya di dalam kantung baju anak itu.

Setelah beberapa tahun berlalu, tetua kembali bertemu dengan anak ini, namun kondisinya tetap saja miskin dan frustasi, lalu bertanya padanya: “Mengapa kamu masih saja luntang lantung?” Anak itu menjawab: “Apa boleh buat! Setelah ayahku wafat, saya tidak tahu mengurus rumah, sehingga kondisi keluarga jatuh merosot dengan cepat.”

Tetua mengatakan: “Tetapi ketika kali itu kita bertemu, bukankah saya memberikan sebutir mutiara sangat berharga kepadamu?” Anak itu mengatakan: “Apakah ada?” Tetua menjawab: “Ada! Saya menaruhnya di kantung bajumu.” Anak itu memasukkan tangan mencarinya dan ternyata memang ada sebutir mutiara.

Ini adalah sebuah kisah perumpamaan di dalam “Sutra Teratai” (Saddharma Pundarika Sutra)

Setiap orang memiliki sebutir mutiara yang tak ternilai, yaitu sifat hakiki yang terang sempurna dan berada dalam batin kita semua, sayangnya banyak orang yang tidak menyadarinya. “Ketidak tahuan” dalam batin terus berputar perlahan-lahan, bagai sehelai kain hitam yang tanpa kita sadari menutupi sifat hakiki yang jernih dan terang sempurna, membuat mutiara ini tertutup debu.

Sang Buddha telah mencapai kesadaran atas segala kebenaran sejati di alam semesta ini, demi menyadarkan semua makhluk telah berulang kali datang ke dunia ini --- terus menerus berlayar dengan perahu welas asih ke dunia ini untuk mendampingi dan membimbing segala makhluk; terus “membuka mata dan menunjukkan jalan kebijaksanaan Buddha”, berharap semua orang dapat “memahami dan memasuki jalan kebijaksanaan Buddha”, sehingga “orang yang masih belum menanam akar kebajikan, dapat menanam akar kebajikan” dan “orang yang sudah memiliki akar kebajikan, dapat terus mengembangkannya” Ini adalah tujuan utama Sang Buddha datang ke dunia ini.

Mutiara dalam diri harus giat disapu, habis debu akan timbul cahaya yang menerangi alam

Sang Buddha “berulang kali menampilkan kelahiran” dan “berulang kali menampilkan kematian” di dunia ini, demi membabarkan Dharma kepada semua makhluk. Setelah lebih dari dua ribu tahun, pada hari ini kita beruntung berkesempatan untuk mendengarkan ajaran Buddha, bukankah sudah seharusnya kita benar-benar menyerapkannya dalam batin dan mempraktekkannya ke luar?

Kebanyakan orang merasa suka cita ketika mendengarkan ajaran Buddha, namun kalau diminta untuk “berbuat sesuai ajaran”, ternyata merasa sangat sulit sekali, selalu saja akan melupakannya dengan amat cepat sekali, sehingga tabiat buruk tetap saja ada. Bukankah ini sama saja dengan orang yang memiliki mutiara di badan, namun tetap saja miskin dan tiada harapan? 

Insan Tzu Chi dapat berlapang dada dan terjun ke dalam khalayak ramai, rela melangkah ke sisi orang yang sedang menderita dan memeluknya, terus bersumbangsih tanpa pamrih selama bertahun-tahun, sehingga boleh dikatakan “sudah memiliki akar kebajikan”. Namun apakah batin menuju pencerahan ada mengalami kemajuan? Jangan sekali-kali mengatakan “Kurang lebih ada”, karena kalau dikurang lalu dilebihkan, bukankah itu saling meniadakan?

Lahan pertobatan sudah pun digerakkan mulai dari Taiwan, jika semua orang sudah tahu akan hukum karma, maka harus segera menghapus kerisauan dan tabiat buruk yang ada selama beberapa masa kehidupan ini, jangan lagi menciptakan karma buruk.

Ketika Sang Buddha membabarkan “Sutra Teratai” (Saddharma Pundarika Sutra) di
Gunung Grdhrakuta, mungkin kita semua pernah berjodoh dan sama-sama hadir dalam persamuan Dharma itu, barulah dalam masa kehidupan sekarang dapat berkumpul di Tzu Chi; jadi kita harus menghargai jalinan jodoh, agar sampai jutaan kalpa kemudian, persamuan Dharma tidak pernah bubar selama-lamanya.

Semoga lahan pelatihan besar dengan jasmani dan batin agung ini tetap berada dalam batin setiap orang untuk selama-lamanya, senantiasa bertobat, setiap hari taat pada sila dan bervegetarian, batin menuju pencerahan terus dipacu setiap detiknya; terus menjaga sebuah batin yang suci bagaikan kristal jernih ini dari satu masa kehidupan ke masa-masa kehidupan selanjutnya.

Dikutip dari: Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 537
 
我有一顆明珠不識
 
有位長者,遇見朋友的孩子窮困潦倒流落街頭,趕緊招呼他到家裏來,準備豐盛的一餐招待他,他吃飽喝足了,就趴著睡著了。長者有急事要出門,看他睡得很熟,就從自己身上拿出一顆寶珠,放在他的口袋裏。

經過好幾年,長者又遇見這位晚輩,還是那樣窮困潦倒,就問他:「你為什麼還在流浪呢?」晚輩回答:「無奈啊!父親過世後,我不懂得如何理家,家道一落千丈……

長者說:「可是上次見面時,我不是給你一顆價值連城的寶珠嗎?」晚輩說:「有嗎?」長者說:「有啊!我就放在你衣服的口袋。」晚輩探手一找,果然摸出這顆寶珠。

這是《法華經》裏記載的一個譬喻。

人人都有一顆價值連城的寶珠,就是圓明的本性,存在於他、你、我的心中;可惜很多人沒有覺察。人心「無明」不時緩緩轉動,如一塊黑布,不知不覺間籠罩住清淨圓明的自性,而讓這顆寶珠蒙塵。

佛陀覺悟了宇宙間的真理,為度化眾生,而「數數示生」——不斷倒駕慈航來人間,陪伴、教導著芸芸眾生;殷殷「開、示」,期待人們能「悟、入」,使「未種善根者,令種善根」、「已種善根者,令能成熟」。這是佛來人間的「一大事因緣」。

身懷寶藏勤拂拭 塵盡光生照山河

佛陀「數數示生」、「數數示滅」,不斷對眾說法。兩千多年後的今天,有幸得聞佛法,是否真正引法入心,且拿出來運用?

多數人聽法的時候很歡喜,但是要「依教奉行」,卻覺得很困難,總是很快就把法忘光了,習氣還是依然故我。這和身懷寶珠卻不自知、依然窮困潦倒,不是一樣嗎?

慈濟人開闊心胸、深入人群,願意走到苦難人身邊擁抱他、長年累月無所求付出,可說是「已種善根」。但道心是否精進?千萬不能說「加減啦!」(閩南語,意為「多多少少」)因為加加再減減,不是抵銷了嗎?

懺悔道場已從臺灣啟動,大家知因、知緣、知果、知報,要趕快去除累生累世的煩惱、習氣,不再造惡業。

佛陀在靈鷲山講《法華經》時,或許你、我、他都曾在靈山會上結過法緣,所以今生才會相遇在慈濟;要珍惜因緣,讓未來百千萬劫,靈山會永遠不散。

但願這樣身心莊嚴的大道場,永遠存在人人心中,時時懺悔,日日齋戒,道心分秒持續;生生世世都保持著這一分淨如琉璃之心。

本文摘自:《慈濟月刊》537期〈無盡藏

Tidak ada komentar:

Posting Komentar