Rabu, 02 Mei 2012

Akademisi pengadilan membeli keledai, tiga lembar kertas tiada keledai

Ada seorang akademisi pengadilan (pada jaman feodal Tiongkok dulu) yang sangat terpelajar pergi membeli seekor keledai, setelah melakukan pembayaran, tiba-tiba terpikirkan olehnya: “Jika sekarang aku membayar uang kepadanya, jika nanti setelah aku membawa pulang keledainya, dia meminta kembali keledainya, bukankah tiada jaminan sedikit pun bagiku?” Maka dia berkata kepada penjual keledai: “Kita seharusnya membuat satu perjanjian tertulis sebagai bukti bahwa anda telah menerima uang pembayaran dan aku pun telah membawa pergi keledainya.” Penjual beranggapan kalau permintaannya sangat beralasan dan menjawab: “Baiklah! Tetapi aku buta huruf, silahkan anda tuliskan saja!”

Akademisi ini hanya membeli seekor keledai, tetapi ternyata dia menuliskan surat perjanjian sampai tiga lembar kertas. Karena penjual keledai tidak bisa membaca, maka dia membawa surat ini kepada seorang pedagang untuk dibacakan, setelah dibaca ternyata di dalamnya dari awal sampai akhir tidak ada diungkit tentang berapa pembayarannya, apakah keledai sudah diambil, dan sebagainya, malah tertulis kenapa penjual hendak menjual keledainya, kenapa akademisi perlu membelinya, dan seterusnya.

Kisah ini adalah “
Akademisi pengadilan membeli keledai, tiga lembar kertas tiada keledai”. Penjual keledai berpikir dalam hati, kenapa di atas kertas tidak dituliskan kata-kata lebih sederhana, yaitu pada tanggal berapa bulan berapa dan tahun berapa, anda membayar berapa banyak uang untuk membeli seekor keledaiku, itu saja sudah cukup.

Buatkan masalah dan prinsip agar selaras, jangan melekat pada rupa, ajaran Buddha seharusnya disesuaikan dengan hal-hal nyata dalam kehidupan

Anda sekalian, orang buta huruf hanya perlu beberapa patah kata untuk menyampaikan hal penting dengan jelas, tetapi akademisi yang berpengetahuan tinggi ternyata tidak mampu menyampaikannya dengan jelas melalui tiga lembar kertas penuh tulisan. Jika kita memiliki kemelekatan pada rupa tulisan, itu sama saja dengan
akademisi pengadilan yang membeli keledai. Orang-orang yang seumur hidup membicarakan ajaran Buddha, sebagian dari mereka pada akhirnya tetap saja sangat cemas tidak tahu apakah sebenarnya ajaran Buddha tersebut. Jika kita telah mengikuti anggota Sangha seumur hidup, namun tiada sepatah pun tulisan Sutra yang telah dipelajari dapat dipergunakan ketika memperlakukan orang atau menangani permasalahan, lalu apa gunanya semua rupa tulisan tersebut? Jika tidak dapat menyelaraskan permasalahan antar sesama manusia, maka berarti prinsip kebenaran ini sudah cacad, tidak mampu menjadi prinsip kebenaran yang sangat selaras.

Anda sekalian, belajar ajaran Buddha bukan harus mendalami Sutra Pitaka dengan menjauhkan diri dari dunia luar dan berdiri sendiri, terpenting adalah dapat mempraktekkannya secara meluas dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang setelah mendengarkan ajaran Buddha, harus berikrar untuk mempraktekkannya selama-lamanya biar pun badan hancur binasa, serta tidak akan pernah melanggar ajaran Buddha.

Dikutip dari: Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 330 terbitan tanggal 25 Mei 1994
 
博士買驢 三紙無驢
 
有位滿腹學問的博士買了一隻驢子,付了錢之後,突然想到不妥當:「現在我付錢給他,萬一有一天我把驢子牽回去之後,他又要來把牠帶回去,那我豈不是一點保 障都沒有?」因此他向賣驢子的人說:「我們應該來立個契約,證明你收錢我牽驢。」賣主聽了認為有道理,就向他說:「好吧!可是我不認識字,就由你寫吧!」

博士買了一隻驢子,竟然寫了三大張的內容。賣主不識字,把這些內容再拿去給一位商人看,商人看了,發現從頭到尾都沒有提到我付給你多少錢、你的驢子我牽回去……等字句,盡是寫些賣主為什麼要賣,博士為什麼需要買這類文字。

這個故事就是「博士買驢,三紙無驢。」這位賣主心想,為什麼紙上不寫簡單些──就寫某年某月,你付多少錢,買我的一隻驢就可以了。

事理圓融勿執相 佛法務實生活化

諸 位,不認識字的人三兩句話就可以把重點說出來,交代得清清楚楚,而滿腹經綸的博士,卻在三張密密麻麻的內容中,表達不清適用的一句話。我們如執著在文字 相,就是博士買驢啊!談了一輩子佛法的人,有些人到最後卻很惶恐的,不知什麼是佛法。我們一輩子都跟隨著法師在走,但如果在待人接物上沒有一句自己可以受 用的,如此的文字相又有什麼用呢?無法圓融人事,這樣的道理就有缺陷了,沒有辦法成為很圓融的道理。

諸位,學佛並不是要鑽入經藏,遺世而獨立,重要的是能在日常生活中普遍地奉行,每個人聽了教法之後,要發願即使是粉身碎骨,也要生生世世奉行,絕對不違背佛陀的教法。

本文摘自:1994/05/25出版 慈濟月刊 330
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar