Memimpin dengan moralitas dan memupuk moralitas demi menjalin jodoh baik
“Hal terpenting dalam diri seorang pemimpin
adalah moralitasnya, bukan kemampuannya; sebagai contoh adalah diri saya
sendiri, saya tidak memiliki kemampuan apa-apa, namun saya sangat tulus, diri saya
harus terlebih dahulu mampu berbuat sampai penuh ketulusan, kebenaran,
keyakinan dan kejujuran, baru saya boleh meminta para murid saya untuk berbuat sampai
penuh ketulusan, kebenaran, keyakinan dan kejujuran. Jika ingin orang lain
percaya pada diri kita, selain pengasuhan diri sendiri harus cukup, juga harus memiliki
jalinan jodoh baik dengan orang.”
Ketika berbincang dengan insan Tzu Chi
Thailand, Master berpesan kalau semua orang harus memupuk moralitas dan
menjalin jodoh baik secara lebih luas, barulah mampu membuat orang lain percaya;
semua orang harus berusaha memanfaatkan “wujud ketidak kekalan dan penderitaan”
dari bencana banjir besar di Thailand tahun lalu untuk memotivasi manusia awam
setempat agar belajar menjadi Bodhisattva dunia, sehingga negara Buddhis ini dapat
kembali menjadi alam suci.
Memperbaiki tabiat buruk, dengan sila sebagai sistim
Master mengatakan, walau pun Devadatta merusak Sangha dan memusuhi Sang Buddha, namun ketika Sang Buddha membabarkan “Saddharma-pundarika-sutra” (Sutra Teratai), Beliau tetap memberitahukan semua murid bahwa pada suatu hari kelak Devadatta pasti mencapai keBuddhaan, sebab Devadatta adalah kalyanamitra (teman sejati dan guru pembimbing) bagi Beliau dalam mencapai keBuddhaan. “Sang Buddha sanggup berpengertian terhadap segala rintangan yang ditimbulkan oleh Devadatta dalam banyak masa kehidupan, maka tak peduli tabiat orang baik atau buruk, kita juga harus dapat memperlakukannya dengan hati tahu kenal puas, bersyukur, berpengertian dan toleran, memang empat ramuan Tzu Chi ini tampaknya sederhana, namun merupakan akhlak yang perlu dipupuk dalam proses pembinaan diri setiap orang.”
“Jika dalam kehidupan sekarang, kita sering
difitnah dan dihambat orang, mungkin ini disebabkan oleh karena adanya
kegelapan batin pada diri kita dalam kehidupan lampau, akibatnya telah terjalin
ikatan karma buruk dengan orang, jadi kita harus rela menerimanya; seiring
berlalunya waktu, kekuatan karma juga akan berkurang, sehingga kita akan dapat
melalui kondisi buruk itu.” Master mengatakan, karena kita berkegiatan Tzu Chi
secara sukarela, maka tak peduli bertemu dengan kesulitan apa pun, harus
diterima dengan penuh keikhlasan. “Setiap orang tentu memiliki kekurangan,
setiap orang memiliki tabiat buruk yang berbeda; jika kita ingin memperbaiki
kekurangan pada diri kita, pertama-tama harus menaati 10 sila Tzu Chi, serta menjadikan
sila sebagai sistim, jika diri sendiri sudah menaati sila, barulah dapat
memberikan motivasi pada orang lain.”
Master menyatakan, sila yang paling mudah dilanggar di dalam 10 sila Tzu Chi adalah menjaga sikap dan tutur kata yang baik, sebab sikap dan tutur kata terasa paling langsung oleh orang, jadi kita harus berhati-hati dalam bersikap dan bertutur kata, meski pun sedang seorang diri, juga harus tetap mawas diri, dengan demikian barulah tidak akan secara tak disengaja menampakkan tabiat buruk dan melukai hati orang. Selanjutnya Master membicarakan larangan merokok dan minum minuman beralkohol di dalam 10 sila Tzu Chi, “Meski pun hanya ‘merokok sedikit atau minum sedikit’ saja, namun ‘sedikit’ ini sudah akan membuat kepribadian kita menjadi cacad, sama seperti ketika antibodi pada tubuh kita sedang lemah, sedikit bibit penyakit saja yang menyerang sudah cukup untuk menyebabkan sakit parah, apalagi merokok dan minum minuman beralkohol juga merusak kesehatan tubuh, serta menimbulkan perasaan antipati pada diri orang lain.”
Terhadap saudara sedharma yang memiliki tabiat buruk sangat parah, Master mengajarkan pada kita agar mau merubah pola pikir dan memperlakukannya dengan penuh cinta kasih, “Ajaran Buddha tidak terpisahkan dari ajaran duniawi, hanya saja dalam batin manusia awam sering timbul keserakahan, kebencian dan kebodohan, ini memberikan kesempatan pada ajaran tidak baik untuk tumbuh dan jadinya ikut tercemar. Sekarang kita harus menggunakan ajaran Buddha untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi pada ajaran duniawi dan mengembalikannya kepada kondisi sebenarnya. Asal saja semua orang dengan hati “bersyukur, menghormati dan cinta kasih” mau membangun sebuah lahan pelatihan Tzu Chi yang penuh dengan nuansa kebenaran, dengan sendirinya itu akan berdampak positif pada saudara sedharma yang memiliki tabiat buruk sangat parah itu dan membuatnya berubah.
【Kata Perenungan】
Berbuat dengan
ikhlas dan menerima hasilnya dengan suka cita, jika tiada perasaan mendapatkan
atau kehilangan, serta tiada pamrih, maka batin akan terang dan jernih seperti
awalnya dulu.
Ceramah Master Cheng Yen pada tanggal 8 Februari 2012
※ Dikutip dari Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 544
Ceramah Master Cheng Yen pada tanggal 8 Februari 2012
※ Dikutip dari Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 544
以德領眾 自修德行結善緣
與泰國慈濟人座談,上人殷勉須培養德行,廣結善緣,才能讓人信服;要把握泰國去年大水患的「無常苦相」,就地帶動凡夫成為菩薩,讓佛國回復淨土。
修正習氣 以戒為制度
上 人提及,雖然提婆達多破壞僧團、與佛陀敵對,但佛陀仍在宣說《法華經》時告知大眾,提婆達多未來也會成佛,因為提婆達多是成就其道業的善知識。「提婆達多 累生累世對佛陀的阻礙,佛陀也能善解;無論對方習性好壞,都要提起知足、感恩、善解、包容的心以待,這『四神湯』看似簡單,卻是修行過程中必須培養的德 行。」
「此生常遭毀謗、阻礙,也許是過去生無明,與人結下惡緣,所以要默然接受;時日既久,業力漸消,也就度過逆境。」上人慈示,既是出 於志願做志業,無論過程如何困苦,都要甘願接受。「人人都有缺點,各有不同的習氣;欲修正缺點,首先要守好慈濟十戒,以戒為制度,自身行為不犯戒,才能帶 動別人。」
上人指出,慈濟十戒中,最容易犯的就是調和聲色,因為聲色讓人感受直接,所以要謹慎於言行,即使獨處也要自我警惕,才不會在無 意中顯露習氣傷人道心。再提及十戒中的不抽菸喝酒,「即使僅是『抽一點、喝一點』,然而這『一點』,就使人的品格有缺陷,像身體免疫力降低時,一點點病菌 也會造成嚴重病症,且抽菸喝酒傷害健康,也讓人有不好的觀感。」
對於習氣深重的法親,上人教眾轉念以愛相待,「佛法不離世間法,只是凡夫心常起貪、瞋、癡念,故衍生惡法而受雜染。而今要用佛法導正世間法的錯謬,回歸真實。只要大家以『感恩、尊重、愛』營造出道氣充盈的慈濟道場,自然能讓習氣深重者在此受影響而轉變。
【靜思小語】甘願做、歡喜受,無得失、無所求,心靈圓明自然。
證嚴上人開示於2012年2月8日《農正月‧十七》
※本文摘自:《慈濟月刊》544期.無盡藏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar