Sering disebutkan bahwa
“Dharma bagaikan air”. “Air” ada dua jenis —— pertama adalah air untuk membilas,
kedua adalah “sumsum” tulang di dalam kehidupan. Jika sumsum tulang dalam
kondisi sehat, barulah bisa menghasilkan darah. Alasan Tzu Chi menggalakkan
“Misi Donor Sumsum Tulang” adalah disebabkan oleh karena ada sebagian orang
yang sumsum tulangnya sudah tidak selaras dan kehilangan kemampuan untuk menghasilkan
darah, sehingga demi kelangsungan hidup perlu terus ditransfusi darah tanpa
henti. Jika yang bersangkutan mendapatkan pasangan donor yang memiliki sumsum
tulang yang cocok, suatu hari nanti, tubuh penerima donor ini kembali akan
mampu menghasilkan darah dengan normal.
Dharma juga ada “Sumsum
Dharma” dan air Dharma dapat membersihkan kotoran dalam batin. Jika kita tidak
memahami Dharma dan tidak menggunakan Dharma, dalam batin tentu akan timbul
keserakahan, kebencian, kebodohan, keangkuhan dan kecurigaan. Ketika menyelami
Dharma Pertobatan pada tahun lalu, setiap orang mampu memahami tabiat buruk
masing-masing dan tahu untuk bertobat dan memperbaiki kesalahan, di sinilah
inti dari ajaran Buddha. Mampu melakukan analisa untuk diri kita, sehingga
dalam diri kita timbul pemahaman dan penghayatan yang cermat. Jika sumsum
Dharma dapat terserap ke dalam batin, kegelapan batin dan kerisauan yang
jelimet tentu akan hilang dengan sendirinya.
Saya tidak memiliki permintaan
lain, hanya berharap semua murid harus lebih giat lagi demi Dharma. Jika ada
murid yang tidak mau mencari kemajuan, saya merasa iba dalam hati dan menghela
napas kenapa orang-orang ini begitu bodoh ? Dharma sudah pun berada di depan
mata, mengapa masih tidak tahu menyerapnya ? Setelah sebelumnya dengan susah
payah meluangkan waktu untuk membina diri, jika pergi atau kendur di tengah
perjalanan, tentu saja saya merasa sangat tidak rela. Hubungan antara guru dan murid
bagaikan orangtua memperlakukan anak, jika para murid mampu menyerapkan Dharma
ke dalam batin dan mempraktekkan Dharma dalam perbuatan, ini sebetulnya lebih
istimewa daripada persembahan apa pun bagi diri saya.
Ajaran Jingsi adalah membina
“ketulusan, kebenaran, keyakinan dan kejujuran” di dalam diri. Jika sudah masuk
ke Tzu Chi secara suka rela, maka harus membangkitkan “Empat Ikrar Agung
Bodhisattva”. “Ketulusan” adalah landasan ikrar pertama, “Aku bertekad
membebaskan semua makhluk yang tiada batas”, dikarenakan bencana di dunia terus
terjadi, penderitaan semua makhluk semakin banyak pula, semua orang harus
membangkitkan hati penuh ketulusan untuk terjun ke dalam masyarakat banyak,
dengan tekad luhur untuk membebaskan semua makhluk. Dengan hati penuh
“kebenaran”, “Aku bertekad mengakhiri segala kerisauan yang tiada henti”. Jika
hati tidak benar, maka Dharma juga tidak benar, sehingga mudah melakukan satu
kesalahan kecil yang dapat berakibat sesat ribuan kilometer, jadi harus
mempergunakan perhatian benar barulah dapat mengakhiri kerisauan.
Kita menaruh keyakinan
mendalam terhadap Dharma yang diajarkan Sang Buddha dan harus memiliki
“keyakinan” untuk memasuki mazhab Tzu Chi, inilah ikrar ketiga “Aku bertekad
mempelajari segala Dharma tiada terhingga”. Jika tidak memiliki keyakinan
mendalam, tentu tidak akan mampu memahami Dharma sejati dari ekayana (kenderaan
tunggal) Sang Buddha yang mulia dan mendalam. “Kejujuran” adalah ikrar ke-empat
“Aku bertekad mencapai keBuddhaan pamungkas”. Jika batin ceroboh, bagaimana
dapat mencapai keBuddhaan? Hanya dengan jujur membina diri dan mantap melangkah
barulah dapat mencapai keBuddhaan. Bukan dengan meninggalkan keduniawian
barulah disebut sebagai membina diri, dalam diri setiap orang ada sifat hakiki
dari Sang Triratna, harus terlebih dahulu menjaga rumah tangga, usaha atau
pekerjaan dengan baik, kemudian baru berdana waktu, ini disebut dengan kewelas
asihan dan rela bersumbangsih dengan suka cita.
Berdana waktu dan
kebijaksanaan, serta berdana kata baik (Priyavacana) dan perbuatan baik
(Arthakriya). Ketika melihat ada orang berada dalam kebingungan, memberi
penghiburan kepadanya dengan kata-kata lembut dan baik, ini disebut dengan “berdana
rasa aman dari marabahaya” (Abhaya dana). Memberi bimbingan padanya dengan
kalem dan membicarakan sedikit prinsip kebenaran untuknya, inilah “berdana
Dharma” (Dharma dana). Mencukupi materi dan uang yang dibutuhkan olehnya,
inilah “berdana harta” (Amisa dana). Baik bersumbangsih waktu atau menghibur
dengan kata-kata, semuanya merupakan “berdana”, semuanya bermanfaat bagi alam
manusia. Semua “berdana (Dana), berbuat baik (Arthakriya), berkata baik
(Priyavacana) serta dapat bekerja sama dengan baik (Samanarthata)” dari empat
metode dalam memeluk semua makhluk (Catur samgraha vastu) merupakan landasan
untuk melangkah di jalan Bodhisattva.
Maha cinta kasih tanpa penyesalan, terjun ke dalam
masyarakat ramai dengan cinta kasih universal.
Maha welas asih tanpa keluhan, antar sesama harmonis dalam kesunyataan mulia tentang adanya derita.
Maha simpati tanpa kekuatiran, terjun ke dalam masyarakat ramai demi mewariskan Dharma.
Maha keseimbangan batin tanpa pamrih, bersumbangsih dengan penuh syukur.
Maha welas asih tanpa keluhan, antar sesama harmonis dalam kesunyataan mulia tentang adanya derita.
Maha simpati tanpa kekuatiran, terjun ke dalam masyarakat ramai demi mewariskan Dharma.
Maha keseimbangan batin tanpa pamrih, bersumbangsih dengan penuh syukur.
Mazhab Tzu Chi berada dalam
masyarakat banyak, terhadap pihak luar menerapkan “Maha cinta kasih tanpa
penyesalan, maha welas asih tanpa keluhan, maha simpati tanpa kekuatiran dan
maha keseimbangan batin tanpa pamrih”. Dengan “maha cinta kasih” mampu “terjun
ke dalam masyarakat ramai dengan cinta kasih universal”, “maha welas asih”
adalah “antar sesama harmonis dalam kesunyataan mulia tentang adanya derita”,
dengan semangat empat kondisi batin yang luhur (Catur paramita) memahami
“kesunyataan mulia tentang adanya derita” (Dukkha satya) di dalam kehidupan
manusia, sehingga kita sangat hamonis dengan orang dan masalah. “Maha simpati
tanpa kekuatiran” harus “terjun ke dalam masyarakat ramai demi mewariskan
Dharma”, jadi harus menapak ke dalam masyarakat banyak. “Maha keseimbangan
batin tanpa pamrih” adalah harus berterima kasih kepada setiap orang dan
bersumbangsih tanpa pamrih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar