Dalam
agama Buddha disebutkan bahwa hubungan ayah ibu dengan anak adalah
sebuah ikatan karma; Pendidikan paling awal bagi ayah ibu dan anak
dimulai dari pendidikan pralahir, setelah anak lahir, pendidikan
keluarga yang terpenting adalah keteladanan ayah ibu,
jadi ayah ibu adalah cetakan bagi anak, jika ingin berperan sebagai
ayah ibu jaman kini yang baik, keteladanan merupakan satu-satunya jalan.
Anak sebetulnya sangat polos tanpa noda, mereka bagaikan selembar kertas putih, sedangkan orangtua bagaikan pensil, jika pensil ini dipergunakan dengan baik, pasti akan menghasilkan selembar gambar yang indah atau sebuah artikel yang menggugah hati.
Sejak jaman dulu, orang Tionghoa sangat mementingkan pendidikan keluarga. Demi menjaga agar anak-anak tidak jahat, orang tua dari generasi dulu senantiasa mendidik anak dengan sikap tegas, jika anak sedikit tidak menurut, selalu saja mengancam dan menakut-nakuti mereka, berharap anak menjadi seorang penurut. Tanpa disadari, kata-kata ancaman akan terukir di dalam lubuk hati anak, membuat anak menjadi takut kepada ayah ibu. Ini bukan saja akan menimbulkan perasaan antipati pada diri anak terhadap orang tua, bahkan membentuk sekat pemisah di antara mereka. Bagaikan lingkaran setan, setelah anak dewasa dan punya anak sendiri, mereka juga akan mendidik anak dengan cara mengancam dan menakut-nakuti.
Dalam masyarakat sekarang lain lagi, karena kedua orangtua terlalu sibuk, hubungan ayah ibu dengan anak menjadi renggang, selain itu juga muncul tiga jenis orangtua pengganti, yaitu baby sitter, kelas les dan komputer, mereka telah menggantikan waktu dan peranan ayah ibu dalam mendampingi anak.
Bodhisattva datang ke dunia Saha ini dengan hati penuh welas asih untuk menyelamatkan semua makhluk dalam penderitaan. Setiap makhluk dikarenakan akumulasi karma dari masa kehidupan lampaunya, maka masing-masing memiliki tabiat buruk. Bodhisattva membimbing mereka sesuai dengan tabiat buruk mereka, maka jika orangtua dapat mendidik anak dengan tutur bahasa lembut dan penuh kasih, dengan sendirinya anak akan tumbuh besar dalam lingkungan tanpa tekanan batin dan bebas dari rasa takut, masa kecil mereka akan dipenuhi dengan kebahagiaan.
Apa yang dimaksud dengan “Mempergunakan kebijaksanaan Bodhisattva untuk mendidik anak”? Yaitu “Jangan bebankan kondisi batin mendapatkan atau kehilangan kita pada diri anak”. Jika ayah ibu memberikan cinta kasih berlebihan bagi anak, ini berbalik menjadi rintangan dalam hubungan ayah ibu dan anak, sebab anak akan merasa tertekan batin dan tidak mampu menerima bimbingan dengan hati tenang, malah merasa kalau ayah ibu sangat cerewet. Ketika ayah ibu mendidik anak, jangan memaksakan harapan dan tuntutan sendiri pada anak, seharusnya membimbing anak dengan “tanpa mengharapkan sesuatu”, tanpa mengharapkan sesuatu sebagai balasan adalah hati Bodhisattva, anak akan bersuka cita mendengarnya dan tanpa disadari dirinya telah pun terbimbing. Jadi kita harus membimbing anak dengan hati Bodhisattva, itu baru merupakan cinta kasih sesungguhnya yang penuh kebijaksanaan.
Anak sebetulnya sangat polos tanpa noda, mereka bagaikan selembar kertas putih, sedangkan orangtua bagaikan pensil, jika pensil ini dipergunakan dengan baik, pasti akan menghasilkan selembar gambar yang indah atau sebuah artikel yang menggugah hati.
Sejak jaman dulu, orang Tionghoa sangat mementingkan pendidikan keluarga. Demi menjaga agar anak-anak tidak jahat, orang tua dari generasi dulu senantiasa mendidik anak dengan sikap tegas, jika anak sedikit tidak menurut, selalu saja mengancam dan menakut-nakuti mereka, berharap anak menjadi seorang penurut. Tanpa disadari, kata-kata ancaman akan terukir di dalam lubuk hati anak, membuat anak menjadi takut kepada ayah ibu. Ini bukan saja akan menimbulkan perasaan antipati pada diri anak terhadap orang tua, bahkan membentuk sekat pemisah di antara mereka. Bagaikan lingkaran setan, setelah anak dewasa dan punya anak sendiri, mereka juga akan mendidik anak dengan cara mengancam dan menakut-nakuti.
Dalam masyarakat sekarang lain lagi, karena kedua orangtua terlalu sibuk, hubungan ayah ibu dengan anak menjadi renggang, selain itu juga muncul tiga jenis orangtua pengganti, yaitu baby sitter, kelas les dan komputer, mereka telah menggantikan waktu dan peranan ayah ibu dalam mendampingi anak.
Bodhisattva datang ke dunia Saha ini dengan hati penuh welas asih untuk menyelamatkan semua makhluk dalam penderitaan. Setiap makhluk dikarenakan akumulasi karma dari masa kehidupan lampaunya, maka masing-masing memiliki tabiat buruk. Bodhisattva membimbing mereka sesuai dengan tabiat buruk mereka, maka jika orangtua dapat mendidik anak dengan tutur bahasa lembut dan penuh kasih, dengan sendirinya anak akan tumbuh besar dalam lingkungan tanpa tekanan batin dan bebas dari rasa takut, masa kecil mereka akan dipenuhi dengan kebahagiaan.
Apa yang dimaksud dengan “Mempergunakan kebijaksanaan Bodhisattva untuk mendidik anak”? Yaitu “Jangan bebankan kondisi batin mendapatkan atau kehilangan kita pada diri anak”. Jika ayah ibu memberikan cinta kasih berlebihan bagi anak, ini berbalik menjadi rintangan dalam hubungan ayah ibu dan anak, sebab anak akan merasa tertekan batin dan tidak mampu menerima bimbingan dengan hati tenang, malah merasa kalau ayah ibu sangat cerewet. Ketika ayah ibu mendidik anak, jangan memaksakan harapan dan tuntutan sendiri pada anak, seharusnya membimbing anak dengan “tanpa mengharapkan sesuatu”, tanpa mengharapkan sesuatu sebagai balasan adalah hati Bodhisattva, anak akan bersuka cita mendengarnya dan tanpa disadari dirinya telah pun terbimbing. Jadi kita harus membimbing anak dengan hati Bodhisattva, itu baru merupakan cinta kasih sesungguhnya yang penuh kebijaksanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar