Kasih
anak kepada ayah bunda selalu saja setipis lembaran kertas, ketika membutuhkan
sesuatu, mereka selalu saja beranggapan kalau pemberian ayah bunda kepada
mereka memang sudah seharusnya; selanjutnya mereka menganggap pemberian kepada
anak sendiri juga sudah seharusnya, namun saat memberikan sedikit saja kepada ayah
bunda, langsung merasa sudah memberikan terlalu banyak, bahkan
menghitung-hitung kalau saudara sekandung lainnya juga seharusnya ikut memikul
tanggung jawab sedikit, ini sudah merupakan gejala umum di dalam masyarakat
sekarang ini.
Pernah sekali ketika saya berkunjung ke rumah sakit, di dalam kamar pasien terlihat ada seorang nenek sedang duduk di kursi dengan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, saya menepuk pundaknya dan bertanya: “Nenek, apa yang terjadi padamu?” Dia menjawab: “Saya sangat sedih.” Di ranjang sebelah kebetulan tinggal seorang nenek lainnya, di mana menantunya sedang duduk di sampingnya untuk membantunya membersihkan wajah, hubungan antara mertua dan menantu itu terlihat sangat akrab bagaikan ibu dan anak saja. Menantu dari nenek di ranjang sebelah mengatakan kepada saya: “Nenek itu sangat kasihan sekali, dokter mengatakan kalau dirinya tidak ada penyakit, namun dia mengerang sakit dari pagi sampai tengah malam, lalu dari malam mengerang sakit sampai pagi.”
Saya memalingkan kepala dan bertanya kepada nenek itu: “Apa yang terjadi padamu? Di mana anak dan menantumu?” Dia menjawab: “Anakku sedang kerja dan menantuku tidak datang menjengukku.” Saya mengatakan: “Keluarga sekarang kebanyakan merupakan keluarga kecil, menantumu juga ada hal yang perlu disibukkan, makanya tidak sempat menjengukmu.” Mendengar perkataan saya ini, dia membalas dengan raut wajah penuh kebencian: “Anaknya dijaga oleh orang lain, mana ada yang perlu disibukkannya.”
Adanya jurang pemisah antara mertua dan menantu seperti ini sungguh sangat disesalkan, apakah menantu tidak pernah berpikir kalau sekarang dirinya dapat mengupah orang untuk membantu jaga anaknya dan menjalani hari-hari kehidupan dengan baik, itu disebabkan karena ada suaminya yang memberi teduhan, sedangkan suaminya dilahirkan dan dibesarkan oleh mertuanya, ketika sekarang orang tua ini jatuh sakit, dia beranggapan dengan memasukkan mertuanya ke rumah sakit berarti mereka sudah menunaikan kewajiban sebagai anak dan menantu, ini menunjukkan kalau kasih anak dan menantu terhadap orangtua dan mertua sungguh sangat tipis. Jika perasaan berterima kasih dan bakti kepada orangtua mereka sedemikian tipis, tentu saja tiada budi luhur orangtua yang dapat dibicarakan lagi.
Sang Buddha memandang semua makhluk sebagai anak sendiri
Sang
Buddha memandang semua makhluk bagaikan Rahula, di mana Rahula adalah putera
satu-satunya dari Sang Buddha yang ikut disadarkan oleh Sang Buddha dari dalam
istana dan menjadi seorang Bhikku. Sang Buddha beranggapan bahwa manusia terus
menciptakan karma buruk dalam masyarakat, di antara sesama tidak pernah
berhenti saling ganyang, di antara negara terus berperang, demi menciptakan seorang
raja dalam sebuah negara, tidak tahu ada berapa nyawa yang harus dikorbankan.
Pada
saat itu, Sang Buddha meninggalkan keduniawian juga dikarenakan melihat dengan
jelas kondisi dalam masyarakat di mana yang lemah adalah mangsa yang kuat, maka
Beliau melepaskan kekuasaan, kedudukan tinggi dan kekayaan melimpah, Beliau meninggalkan
kehidupan duniawi untuk pergi membina diri. Setelah memahami kebenaran sejati
akan sifat manusia secara jelas, Beliau kembali untuk menyadarkan ayah, anak,
isteri dan bibiNya, agar mereka juga dapat melepaskan diri dari keserakahan dan
kerisauan duniawi, Sang Buddha berharap semua orang dapat memiliki luas pikiran
untuk berbelas kasihan tanpa syarat dan mengasihani insan lain bagai diri
sendiri, berpegang pada pandangan “semua makhluk di dunia merupakan anak
sendiri dan keluarga sendiri.”
Cinta kasih tanpa noda baru merupakan cinta kasih kasih universal yang tuntas
Dalam keduniawian, orang-orang tidak akan mampu memutuskan tali kasih perorangan untuk selama-lamanya, bahkan seorang ibu yang sangat berhasil atau ayah yang sangat baik, juga tetap saja tidak dapat memutuskan tali kasih perorangan, pikirannya selalu saja mengikuti anak sendiri. Semua ini adalah cinta kasih yang penuh corak warna dan tercemar, jika seseorang memiliki cinta kasih yang penuh corak warna dan tercemar, bagaimana mungkin dirinya dapat berbuat sampai berbelas kasihan tanpa syarat dan mengasihani insan lain bagai diri sendiri? Sang Buddha mengharapkan anakNya Rahula dapat mencintai semua makhluk di dunia ini, bukannya hanya membatasi cinta kasihnya dalam sebuah negara saja, maka Beliau menyadarkan puteraNya untuk menjadi seorang Bhikkhu, ini adalah sebuah wujud cinta kasih universal yang terdalam.
Biasanya ayah bunda mencintai anak hanya dalam masa kehidupan sekarang saja, sedangkan Sang Buddha mencintai semua makhluk di dunia dari satu masa kehidupan sampai ke masa-masa kehidupan selanjutnya, cinta kasih ini adalah cinta kasih universal yang berlangsung selama-lamanya.
Kita semua adalah pengikut ajaran Buddha, juga merupakan murid Buddha, dikarenakan kita ingin belajar pada keteladanan Sang Buddha, maka kita harus memberi perhatian pada semua makhluk di dunia dengan berpegang pada “hati ayah bunda”. Semua orang tua di dunia ini adalah ayah bunda kita dari satu masa kehidupan sampai ke masa-masa kehidupan selanjutnya, sama seperti ketika Sang Buddha melihat ada setumpukan tulang putih, Beliau lalu bersujud dengan hormat di depan tumpukan tulang itu, Beliau menjelaskan bahwa tumpukan tulang itu merupakan tulang belulang dari ayah bundaNya selama beberapa masa kehidupan. Sang Buddha berulang kali terlahir di enam alam kehidupan dengan membawa jiwa kebijaksanaannya, jika ingin melayarkan perahu welas asihnya di dunia Saha ini, maka Beliau harus menumpang pada tubuh yang dilahirkan oleh ayah bunda, baru dapat datang ke dunia ini. Maka Sang Buddha bukan saja berterima kasih kepada ayah bunda pada masa-masa kehidupan lampau, juga berterima kasih kepada ayah bunda pada masa-masa kehidupan mendatang.
Dikarenakan
ibunda Sang Buddha, Ratu Maya melahirkan seorang anak penuh berkah, maka
dirinya kemudian terlahir kembali di alam surga Tavatimsa, ketika Sang Buddha
akan mencapai parinirvana, Beliau selalu teringat kalau budi luhur ibuNya belum
terbalas, maka Sang Buddha pergi ke alam surga Tavatimsa untuk membabarkan Sutra Ksitigarbha, membuat diri
ibuNya berkesempatan untuk mendengarkan Dharma dan tersadarkan. Sedangkan ayah
Sang Buddha juga mendapatkan pencerahan pertama setelah mendengarkan pembabaran
Dharma dari Sang Buddha, Beliau membalas kehidupan yang diberikan ayah bunda
dengan memberikan jiwa kebijaksanaan kepada ayah bunda. Seorang murid Buddha
yang sesungguhnya harus dapat membangkitkan jiwa kebijaksanaan ayah bunda
dengan mempergunakan kebijaksanaannya, terlebih lagi harus memandang semua
makhluk sebagaimana anak sendiri, senantiasa memandang semua makhluk dengan hati
ayah bunda, serta dengan rasa bakti pada ayah bunda menghormati semua makhluk,
ini baru merupakan bakti terluhur sesungguhnya dalam membalas budi luhur
orangtua.
Dikutip dari Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 320
真正的大孝
有 一次我到醫院去,病房中有一位老太太坐在椅子上,把頭趴在椅背上,我拍拍她的肩膀問她說:「阿婆,妳怎麼了?」她說:「我很難過。」隔床正好也住了一位老 太太,她的媳婦坐在她身旁正在替她擦臉,婆媳之間就像母女那麼親密。隔床的媳婦向我說:「那位阿婆好可憐,醫師說她沒什麼病,可是她卻 從白天哼到半夜,又從夜晚哼到天亮。」
我回頭問這位老太太說:「妳怎麼了?兒子媳婦呢?」她說:「兒子在上班,媳婦也沒來看我。」我說:「現在都是小家庭,媳婦也有她的事要忙,所以無法來看妳。」她聽了,臉上充滿恨意的回答:「她孩子請人帶,那有什麼好忙的!」
婆 媳之間有這分代溝存在實在令人慨嘆,做媳婦的沒想到今天能夠請人帶孩子,日子過得這麼好,是因為先生的庇蔭啊!而能有這麼好的先生,則是婆婆生養給她的 啊!如今老人家病了,她認為把她送進醫院,就算盡了子媳的責任,可見子媳對父母公婆的這分情感實在太淡薄了。既然孝思情感這麼淡薄,當然就沒有親恩好談的 了。
佛陀視眾生如己子
佛陀視所有眾生如羅侯羅──羅侯羅是佛陀的獨子,他也被佛陀從皇宮度化出家。佛認為人在社會人群中,不斷地造業:人與人之間鬥爭不息,國與國之間也不斷地在戰爭,而一個國家為了成就一個國王,不知要損傷多少人命。
佛陀當初會出家,也是看透了社會眾生的弱肉強食。所以他放棄了權力、地位以及榮華富貴而出家修行了。他透徹了人性的真理,再來度化他的父親、兒子、太太、姨 母,讓他們脫離世俗的貪欲煩惱,他希望大家都能抱持「普天之下眾生都如同自己孩子、親人」的這分無緣大慈、同體大悲的心胸。
無染的愛才是透澈大愛
在世俗中,人們永遠無法割斷私我的感情,即使是一位成功的母親、很好的父親,他們還是私情不斷──心心念念都在自己的孩子身上。這些都是有色彩、有污染的愛,人一旦有這分無明、有彩的愛,又怎能做到無緣大慈、同體大悲呢?佛陀就是希望他的兒子羅侯羅能夠去愛普天下的眾生,而不是只把他的愛侷限於一個國家中,所以度子出家了,這就是最深刻的大愛。
一般做父母的愛子女只是這一生一世,但佛陀卻是愛天下的眾生於累生累世……,這種愛是大愛,這種情是長情。
我們都是佛教徒,也是佛的弟子,我們既然要學佛,就必須抱持「父母心」來關愛普天下的眾生。普天下的老者都是我們累生累世的父母──像佛陀看到了一堆白骨, 就很恭敬地跪拜,他明白開示:這些白骨是他生生世世父母的骨骸。佛陀以無數生無數世的慧命,不斷地來回到六道中,而要在娑婆世界中倒駕慈航,就必須託父母 所生之身才能來人間。所以佛陀不只感恩過去生的父母,也感恩未來世的父母。
佛陀的母親摩耶夫人因為生了福子,而生在忉利天,佛將入滅時, 思母恩未報,因此到忉利天為母親說法講地藏經,使她能聞法得度。而佛的父親也因聽聞佛陀的說法而得初果,這就是以父母生他的生命來回饋長養父母的慧命。一 個真正的佛弟子,應該以智慧來啟發父母的慧命,更應該視一切眾生如己子,時時抱著為人父母的心懷去看待眾生,和為人子女的孝思去禮敬眾生,這才是真正的以大孝回報父母恩啊!
本文摘自:第 320 期慈濟月刊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar