Seorang
petani di Myanmar, U Thein Tun mengatakan: “Dengan berkurangnya segenggam beras
ini, memang nasi hasil masakannya akan berkurang sedikit, namun jika setiap
orang dalam keluarga kami mengurangi makan sesuap nasi, itu sudah bisa membantu
orang yang lebih susah daripada kami.”
Lebih dari empat tahun lalu, Myanmar dilanda bencana
topan Nargis, insan Tzu Chi lalu masuk ke sana untuk memberikan bantuan,
kemudian memberikan benih padi dan pupuk kepada para petani yang menjadi korban
bencana, sekalian mengajarkan kepada mereka tentang teknik pertanian yang
efektif. Selama dua tahun berturut-turut pasca bencana, para petani yang menerima
bantuan kala itu tenyata memperoleh panen yang berlimpah. Walau pun kehidupan
mereka tetap miskin, namun mereka ternyata berkeinginan untuk membalas budi
yang telah diterima, setiap hari sebelum makan tiga kali, mereka meraup
segenggam beras untuk dimasukkan ke dalam “tabungan beras”, bilamana telah mencapai
jumlah tertentu, tabungan beras ini kemudian dipergunakan untuk membantu orang.
U Thein Tun tahun lalu mendapatkan bantuan benih padi sebanyak empat karung dari Tzu Chi, setiap hari saat menggarap sawahnya, dia selalu berdoa agar gabahnya tetap sehat dan segera tumbuh besar, sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk membantu orang-orang kelaparan di dunia ini. Hasil panennya pada tahun ini ternyata ada tiga lipat dari tahun-tahun sebelumnya, dia bersikeras untuk menyumbangkan enam karung beras kepada Tzu Chi.
Master berceramah, walau pun mereka miskin, namun mereka tahu membalas budi, “ada 10 menyumbangkan 1”, bahkan “ada 10 menyumbangkan 9”, dengan segenap jiwa dan tenaga membantu orang, dari tindakan bersumbangsih ini, mereka mendapatkan perasaan suka cita dalam batin, sehingga kehidupan mereka berubah dari miskin menjadi kaya (batiniah), benar-benar merupakan kehidupan “miskin yang kaya (batiniah)”. Sebaliknya di dalam masyarakat sekarang, banyak orang “kaya yang miskin (batiniah)”, kaya namun kikir, mereka terus mencari kekayaan tanpa kenal puas karena “ada 1 kurang 9”, mereka juga tidak rela untuk bersumbangsih membantu orang. Kehidupan seseorang itu kaya atau miskin tergantung pada sebuah niat pikiran saja, kehidupan “kaya yang miskin (batiniah)” adalah sangat menderita, sedangkan kehidupan “miskin yang kaya (batiniah)” adalah sangat membahagiakan.
Ketika meninggalkan dunia ini, tiada yang dapat dibawa serta, kecuali karma di badan
Setiap kali ada anggota Komite Tzu Chi yang memberitahukan kepada saya bahwa ada donatur yang tidak ingin meneruskan sumbangan dana amal rutin mereka dikarenakan kondisi perekonomian yang kurang baik. Saya akan berkata kepada mereka, kita bukannya menginginkan uang mereka, melainkan hati cinta kasih mereka, sebab dengan adanya sebuah niat hati penuh cinta kasih untuk menolong orang merupakan keberkahan. Jangan menyumpahi diri sendiri dengan mengatakan kondisi ekonomi kurang baik dan tidak mampu membantu orang, sebab mampu membantu orang adalah lebih beruntung daripada dibantu orang, kita harus senantiasa mengingatkan diri sendiri agar bisa menjadi orang yang mampu menolong orang lain.
Di Afrika Selatan, insan Tzu Chi dari suku Zulu dapat memanfaatkan sumber daya setempat untuk melaksanakan bakti sosial pembagian bahan bantuan musim dingin, mereka bahkan dapat berkata: “Terima kasih Tzu Chi! Terima kasih Taiwan!” untuk memberikan pemberkatan kepada Tzu Chi dan Taiwan. Keluarga besar Tzu Chi tersebar luas di seluruh dunia, sehingga bisa mendapatkan ungkapan rasa syukur dan pemberkatan dari seluruh dunia. Tidak mudah untuk mendapatkan kesempatan terlahir di Taiwan dan juga tidak mudah untuk mendapatkan kesempatan bersumbangsih, jadi kita harus menghargai jalinan jodoh ini, jika setiap saat dapat memberkati diri sendiri dan senantiasa menciptakan keberkahan bagi masyarakat luas, itu baru merupakan orang yang sungguh-sungguh diberkahi.
Sang Buddha bersabda: “Ketika meninggalkan dunia ini, tiada yang dapat dibawa serta, kecuali karma di badan”. Setiap manusia datang ke dunia ini dengan tangan kosong, semua ketenaran, keuntungan, harta dan kedudukan dari masa kehidupan lampau sama sekali tidak terbawa datang; semua yang dicari dengan susah payah dalam kehidupan, pada akhirnya hanya berupa mimpi indah, tiada yang dapat dibawa serta. Sang Buddha terus mengingatkan umat manusia bahwa kehidupan ini tidak kekal adanya, singkat dan penuh penderitaan, dalam kehidupan manusia yang hanya puluhan tahun ini, dikarenakan hati serakah dan nafsu keinginannya, manusia terus menciptakan karma buruk yang tiada terhingga jumlahnya; karma kolektif dari semua makhluk telah membuat bencana alam dan bencana akibat ulah manusia terus datang menimpa, maka dari itu, Master mengharapkan setiap orang bisa berikrar dan bertekad untuk menciptakan keberkahan, biar pun itu hanya berupa sebuah kekuatan kecil, asal mau menggenggam kesempatan yang ada sekarang ini dan lakukan saja, dengan demikian baru merupakan orang yang benar-benar memiliki kebijaksanaan, barulah dunia benar-benar bisa dipenuhi keberkahan.
Dikutip dari Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 529
轉貧為富 身心歡喜
農人烏丁屯說:「少了這把米,煮出來的飯會少一點;但是我們全家一人少吃一口,就可以救助比我們更艱苦的人。」
四年多前,緬甸遭遇納吉斯風災,慈濟深入當地援助,提供種子、肥料給受災的農民,教導他們有效耕種。當年受助的農家,災後連續兩年都豐收;雖然生活還是窮苦,但他們有心回饋。每天三餐煮飯前,抓一把米放在「米撲滿」裏,積存到一定量,就拿去助人。烏丁屯去年獲贈四包慈濟稻種,每天耕田時祈禱稻子健康長大,幫助世界上沒飯吃的人;今年收成是往年三倍,他堅持回捐六包給慈濟救人。
上人開示,他們雖然窮卻知恩報恩,「有十捐一」甚至「有十捐九」,盡心力幫助別人,從中得到心靈的歡喜,人生因此「轉貧為富」;真正是「貧中之富」的富有人 生。反觀社會上也有許多「富中之貧」的人,有錢卻慳吝,「有一缺九」不斷追求永遠不滿足,捨不得付出助人。人生富有與否,在一念心,「富中之貧」的人生, 苦不堪;「貧中之富」的人生,卻能樂在其中。
萬般帶不去 唯有業隨身
每當有委員告訴我,有會員因為景氣不好,不想繼續捐善款。我都告訴他們,不是要他們的錢,是要他們的心,有一念助人的愛心,就是福。不要自我詛咒經濟不好、無法救人,救人比被救有福,要常常自我提醒做個能救人的人。
在南非,祖魯族慈濟人就地取材進行冬令救濟,卻說:「感恩慈濟,感恩臺灣」,向慈濟和臺灣祝福。慈濟大家庭遍布全球,可以得到全球人的感恩、祝福。難得生在臺灣、難得有緣付出,要珍惜這分機緣;時時自我祝福、時時為人群造福,才是真正有福的人。
佛陀說:「萬般帶不去,唯有業隨身」。人人雙手空空來到世間,過去生的名、利、財、位,什麼都沒帶來;人生辛苦追求,到頭來,只是南柯一夢,什麼也帶不走。 佛陀不斷提醒人們,人生無常苦短,短短幾十年人生,人們卻因貪心、欲念,不斷造作無量無數的業;眾生共業,導致天災人禍不斷。因此上人期待人人能發心立願 造福,即使只有點滴力量,把握當下,做就對了,如此才是真正有智慧的人,世間也才能真正有福!
本文摘自:《慈濟月刊》第529期〈無盡藏〉
Tidak ada komentar:
Posting Komentar