Dalam belajar ajaran Buddha adalah belajar sampai memahami
secara jelas akan “dari mana berasal ketika lahir dan ke mana pergi setelah
mati”, tetapi itu sama sekali tidak semudah yang diucapkan! Bagaimana pun Sang
Buddha tahu cara membimbing kita dengan kebijaksanaannya, pertama-tama ingin
kita “menenangkan batin”, jika batin dapat ditenangkan, segala kondisi luar
akan tampak dengan jelas. Dengan demikian, kita akan mampu melakukan refleksi
diri, paham akan “Bagaimana saya sekarang hidup?” Jika manusia dapat berpikiran
positif , tentu saja secara otomatis akan dapat melepaskan masalah hidup dan
mati, serta bebas dari kerisauan.
Kegelapan
batin adalah ilusi yang tidak nyata dan seharusnya dapat dilepaskan secara
tuntas
Pada masa Sang Buddha masih hidup, pada selang waktu tertentu Sang Buddha dan
para murid akan menetap pada Vihara Venuvana di Rajagrha.
Dikarenakan jumlah murid terlalu banyak, maka ada sebagiannya dibawa oleh Sariputra
ke Gunung Grdhrakuta ( Puncak Burung Nasar)
untuk menetap di sana. Sariputra adalah murid Buddha yang paling unggul dalam
kebijaksanaan, sehingga jika dalam hati para Bhikkhu ada timbul kesangsian,
mereka akan bertanya kepada Sariputra.
Suatu hari, ketika Maha Kausthila sedang bermeditasi,
tiba-tiba terpikirkan: “Bagaimana sebetulnya saya dilahirkan? Mengapa kita
tidak tahu akan hidup dan mati dalam kehidupan?” Karena tidak mampu memecahkan
teka teki ini, dia lalu beranjak menuju ruang meditasi Satiputra. Maha Kausthila
bertanya pada Sariputra dengan sikap penuh hormat: “Yang Arya, dalam hati saya
ada sebuah kesangsian, Sang Buddha selalu mengatakan bahwa semua makhluk berkembang
dikarenakan terhimpunnya kegelapan batin, sebetulnya di manakah kegelapan batin
berada? Dari manakah ia berasal? Bagaimana caranya agar dapat menguraikan
kegelapan batin?”
Sariputra menjawab: “Kegelapan batin berasal dari ketidak tahuan; karena tidak
tahu, maka tidak mengerti. Sebetulnya ia berkembang dari ketidak mengertian
akan ilusi yang tidak nyata dari ‘panca skandha (lima kelompok pembentuk
kehidupan), berupa rupa (badan jasmani), vedana (perasaan), sanna (pencerapan),
sankhara (pikiran) dan vinnana (kesadaran)’, itu dikarenakan kita tidak
bersungguh hati dalam menghayatinya. Kehidupan tidak pernah terlepas dari ‘rupa
skandha’, segala sesuatu yang terlihat adalah rupa, rupa mengalami kelahiran
dan musnah. Kita tidak mengerti mengapa materi bisa tercipta dan musnah, sehingga
selalu timbul perasaan melekat, itulah kegelapan batin, selanjutnya tidak
mengerti akan ‘vedana’ (perasaan), perasaan di dalam hati. Setiap orang,
masalah atau benda yang dilihat, didengar atau ada kontak, dalam hati tentu
akan timbul berbagai perasaan, jika melihat hal yang sesuai keinginan, tentu
merasa senang; jika tidak sesuai keinginan, timbul emosi dalam hati. Jika tidak
tahu akan ketidak nyataan dari perasaan, tentu akan menimbulkan kerisauan, itu
juga disebut sebagai kegelapan batin.”
Kemudian Sariputra melanjutkan: “Orang awam biasanya setelah merasakan, akan
timbul pemikiran sendiri, jika setelah kondisi luar berlalu, masih saja melekat
pada rupa, ini juga disebut sebagai kegelapan batin. Mengapa bisa ada ‘sankhara
skandha’ (bentuk pikiran) akan masalah hidup dan mati seperti ini? Ini juga
bersumber pada kemelekatan. Kita mempergunakan ‘vinnana’ (kesadaran) untuk merasakan kondisi luar, lalu
setelah melakukan banyak hal timbul penyesalan dalam hati, ini semua disebut sebagai
kegelapan batin. Jika kita tidak mampu memahami panca skandha secara jelas,
batin tentu tidak akan bisa berpikiran terbuka dan tidak mampu melepaskan
kerisauan, ini juga disebut sebagai kegelapan batin.”
Mengamati
proses pembentukan, pemusnahan dan perubahan, lalu
melakukan refleksi terhadap sifat hakiki
Perkataan Sariputra ini adalah konsep kebenaran yang sangat abstrak, bagaimana
caranya belajar ajaran Buddha agar dapat sepenuhnya mengerti akan “Panca
skandha”? Ini membutuhkan kesungguhan hati kita. Sebagai contoh adalah lumpur
dan pasir, batu, rumput, pohon, bahkan tubuh jasmani kita, semuanya termasuk
dalam “rupa skandha”.
Mengapa sebatang rumput bisa tumbuh dari dalam tanah? Karena ada benih rumput,
tanah, kandungan air, sinar matahari dan udara, baru rumput bisa tumbuh, setelah
tumbuh juga tidak bisa melepaskan diri dari unsur pendukung seperti tanah, kandungan
air, sinar matahari dan udara, baru bisa terus tumbuh besar, namun pada suatu
saat nanti rumput juga akan berubah menjadi kuning dan layu, ini adalah
perubahan dari “sankhara” (pikiran), bentuk pikiran terus mengalami proses pembentukan, pemusnahan dan
perubahan.
Demikian juga dengan kehidupan manusia, pasti melalui masa bayi, balita, usia muda,
setengah umur dan perlahan-lahan lanjut usia. Selama selang waktu ini,
bagaimana manusia tumbuh besar? Saya pikir setiap orang tidak mengerti secara
jelas akan tubuh jasmani sendiri, bukan saja tidak mengerti akan tubuh jasmani
sendiri, bahkan terhadap “vinnana skandha” (bentuk kesadaran) yang tidak kekal
adanya, yaitu pemikiran dan perasaan sendiri, juga tidak bisa mengerti secara
jelas.
Di rumah sakit, kita bisa menyaksikan segala macam pasien dan setiap orang
memiliki pandangan hidup masing-masing. Ada yang sangat takut mati, begitu
sakit langsung memikirkan kematian yang mengerikan! Dari itu, ada sebagian
orang mati bukan karena sakit, tetapi disebabkan mati “ketakutan”, di mana
perasaan takut dan stress membuat penyakitnya semakin parah, akan tetapi juga
ada orang yang menghadapi penyakitnya dengan optimis, sehingga penyakitnya
lebih mudah disembuhkan.
Pernah ada seorang pasien sirosis hati yang menyampaikan,
nanti setelah “usianya seratus tahun”, ia akan mendonorkan jasadnya kepada
Universitas Tzu Chi untuk dijadikan materi pengajaran Patologi
Anatomi, ia mengatakan seumur hidupnya tidak ada bersumbangsih apa pun terhadap
umat manusia, maka jika pada akhir hayatnya dapat mempersembahkan jasadnya
untuk pendidikan medis, maka hatinya merasa sangat terhibur! Orang yang
sedemikian rileks dan optimis ini, boleh dikatakan telah memahami “rupa skandha”
secara jelas, ia tidak lagi memberatkan masalah hidup dan mati, jadi tidak
penting lagi apakah ia mengerti atau tidak akan “vedana (perasaan),
sanna (pencerapan), sankhara (pikiran) dan vinnana (kesadaran)”.
Jika “rupa” awal dapat diterima sebagai fakta, tentu segalanya akan dapat
diterima dengan pikiran terbuka, maka kita harus melakukan refleksi pada batin sendiri
dengan baik, jika batin dapat ditenangkan, baru kegelapan batin tidak akan
menutupi jasmani dan batin kita.
※ Dikutip dari buku “Sirkulasi
keindahan – membahas kelanggengan” karangan Master Cheng Yen
摩訶俱絺羅尊者對無明的疑惑
學佛,就是要學得可以清楚知道「生從何來、死往何去」,但是談何容易啊!不過,佛陀懂得用智慧來引導我們,首先要我們「心靜」,心若能靜下來,一切的境界就會很明朗。如此,即可反觀自己,了解「我現在是怎麼生活?」人若看得開,自然對生死就會放下、自在。
無明乃虛幻不實 應透徹放下
佛世時代,佛陀與弟子有段時間都住在王舍城的竹園精舍。由於弟子眾多,所以有一群弟子由舍利弗帶領住在靈鷲山。舍利弗「智慧第一」,比丘們心中若有疑惑也會請教他。
有 天,摩訶俱絺羅尊者在打坐時,忽然想到:「自己是怎樣出生的呢?人生為什麼會有生死無明?」他打不開這些謎題,便起身走到舍利弗的禪房。俱絺羅很恭敬地對 舍利弗說:「尊者,我心中有一點疑惑。佛陀常說眾生是因無明聚集而衍生,到底無明在哪裡?它是從哪裡生出來?要怎樣才能解開無明?」
舍利 弗回答:「無明是出於無知;因為無知,所以不明白。其實,它就是從不了解『色、受、想、行、識』的虛幻不實而衍生,因為我們沒有用心去體會。人生從未離開 過『色蘊』,看得到的東西都是色,色有生有滅。我們不了解物質為什麼會有生滅,因此常會起執著心,那就是無明,再來是不瞭解『受』心中的感受。只要看到、 聽到或接觸到的人事物,心中都會有種種的感受,看到順意的就高興;不順意的就生氣。若不知道感受的虛幻性,就會有煩惱,這也叫做無明。」
又 說:「平常人感受後,就會有自己的想法,若境界過後還執著於形象,這也叫做無明。為什麼有生死這種『行蘊』?也就是來自於執著。我們用『意識』來感受外面 的境界,所以造作很多事後又心生後悔,這都叫做無明。若無法透徹明瞭『色、受、想、行、識』這五項,心就會解不開、放不下,這也叫做無明。」
觀察生滅變異 反觀自心明鏡
舍利弗這段話是很抽象的道理,我們要怎樣學佛,才能學到對「色、受、想、行、識」都完全透徹、瞭解?這就要憑我們自己去用心。譬如大地上的泥沙、石頭、草、樹木,甚至我們的人體,這一切都包括在「色蘊」中。
一株草為什麼會從土裡生長出來?是因為有草的種子和泥土、水分、陽光、空氣聚合在一起,才會長出草來,而且花草長出來後,仍離不開泥土、水分、陽光和空氣這些因緣,才能不斷地成長,但草長到一定的時間就會變黃、枯萎,這就是「行」的變化,行蘊不斷地生滅變異。
人生也一樣,一定是經過嬰兒期、幼年期,然後少年、中年,再漸漸進入老年。在這段時間,到底是怎樣長大?我想每個人對自己的身體都無法透徹瞭解,不只無法瞭解,對生滅無常的「識蘊」,也就是自己的想法、感受也無法透徹明白。
在醫院裡,我們可以看到各種病患,各有不一樣的人生觀念。有的人很怕死,一生病就想到死的恐怖!因此,有的人不是真正病死,而是「怕」死,是心理的惶恐、鬱悶,而加重他的病情,但也有些病人卻很樂觀,病也就比較容痊癒。
曾 有位肝硬化的病患表示,在他「百年」之後,要將他的遺體捐給慈濟醫學院作為病理解剖,他表示自己這輩子對人類沒什麼貢獻,在最後能將這副臭皮囊奉獻給醫學 教育,內心感到很欣慰!如此灑脫、樂觀的人,可以說已經將「色」蘊看透,他對生死早已看淡,不管「受、想、行、識」是否瞭解都已無關緊要。
初步的「色」看得開,一切也就能看得開,所以,要好好反觀自心;心如能靜下來,無明才不會籠罩著自己的身心。
※本文摘自:證嚴上人著作《美的循環─談生生世世》