Selasa, 17 April 2012

Dengan tekad bukan emosi, seorang wanita muda yang berikrar cita-cita luhur

Ada orang bertanya pada Master Cheng Yen: “Bagaimana cara merekrut orang secara luas untuk menggapai keberhasilan misi-misi Tzu Chi?”
 
Pertanyaan ini memancing kenangan di dalam benak Master Cheng Yen.

Pikiran melayang pada peristiwa lama, di mana ada kondisi buruk sebagai faktor pendukung

Lebih dari 20 tahun lalu, saat itu saya masih belum mendirikan Yayasan Buddha Tzu Chi, tiada tempat yang tetap dan selalu berpindah-pindah. Setelahnya, ada seorang umat lelaki lanjut usia bernama Xu Cong-min yang membangunkan sebuah gubuk kecil, berlokasi tepat di belakang Griya Perenungan sekarang ini dan di sebelah vihara kecil
Ksitigarbha Bodhisattva. Rumah itu berukuran sekitar 3 kali 3,6 meter, segala urusan sehari-hari dijalani di sana, berfungsi sebagai ruang altar Buddha, ruang tidur, juga dapur. Saya seorang wanita muda tinggal sendirian di sana, namun ada banyak orang yang sangat memperhatikan diri saya, terutama para Bodhisattva tua sekalian yang sering datang menemani saya. Pernah sekali ketika topan datang, seorang wanita tua marga Ping yang selama ini memang sangat menyayangi saya dan tinggal di vihara Ksitigarbha Bodhisattva untuk membina diri, dia adalah ibu dari Kepala Dinas Pembangkit Tenaga Listrik Taiwan bagian timur, puteranya mengirimkan mobil untuk menjemputnya pulang. Nenek Ping mengajak saya ikut dengannya, saya menjawab: “Saya hanya punya satu gubuk ini saja, jadi saya tetap tinggal untuk menjaganya.” Nenek Ping mengatakan: “Jika kamu seorang diri tinggal di tempat sepi ini, lagipula sedang ada topan, bagaimana saya bisa tenang hati? Jika kamu tidak mau ikut, saya juga tidak akan pergi.”

Saya sangat terharu mendengarnya, juga merasa tidak tega di hati. Apalagi jika nanti terjadi hal tidak diinginkan di tempat kecil ini, bagaimana menjelaskan pada puteranya? Saya terpaksa memenuhi keinginannya untuk sama-sama pergi ke Hualien. Pada masa itu saya hanya memiliki selembar lukisan Tiga Makhluk Agung dari alam
sorga Sukavati (Amitabha Buddha, Avalokitesvara Bodhisattva dan Mahasthamaprapta Bodhisattva), saya lalu membawa serta lukisan tersebut bersama sebuah kitab Sutra, namun sesampainya di luar, sebuah hembusan angin kencang membuat diri saya sempoyongan dan terjatuh, ketika bangun dan melihat ke belakang, dinding bambu di luar gubuk sudah runtuh dihantam angin. Saya merasa sedih, namun angin dan hujan demikian besar, saya terpaksa tetap naik mobil ke kota Hualien. Keesokan harinya ketika hujan sudah berhenti, saya segera pulang. Nenek Ping berkata kepada saya: “Gubuk pasti sudah diterbangkan angin.”  Saya juga berpikir: “Dinding saja sudah runtuh, bagaimana mungkin masih ada gubuk kecil saat pulang?”

Jika setiap orang mau mengulurkan satu jari tangan saja, kekuatan semua orang akan dapat dapat memindahkan gunung dan sungai

Ketika pulang ke rumah dan memandang dari vihara Ksitigarbha Bodhisattva, ternyata bukan saja gubuk kecil masih ada, dinding sekelilingnya yang tumbang diterjang angin tanpa diduga masih berdiri tegak, ternyata angin selatan telah mengangkatnya kembali. Hati saya sangat terharu, saya berikrar akan lebih keras lagi dalam bekerja dan lebih tulus lagi dalam membina diri. Ketika isteri dari bapak tua Xu Cong-min datang menemui saya, dia bertanya: “Apakah gubuk kecil anda ada rusak?” Saya menjawab: “Tidak rusak, lagipula yang sulit dibayangkan adalah angin utara menumbangkan dinding gubuk saya, namun angin selatan membangkitkannya kembali.” Dia berkata: “Mana mungkin?” Tetapi setelah memeriksa kondisi gubuk kecil, ternyata memang benar, dia lalu berkata dengan penuh perasaan: “Manusia hendak menumbangkan anda, namun Tuhan tidak mau menumbangkan anda.”
 
Mendengar di dalam perkataannya sepertinya ada maksud tersembunyi, saya terus bertanya padanya: “Siapa mau menumbangkan saya?” Akhirnya dia dengan terpaksa menjawab: “Orang di vihara Ksitigarbha Bodhisattva kalau di kemudian hari anda akan membangun vihara di sini dan itu akan memberikan dampak pada vihara mereka, makanya hati mereka menyimpan niat kurang baik, ketika topan datang ada orang yang mengatakan: ‘Wahai angin, lekaslah tumbangkan gubuk kecil itu!’ Juga ada yang mengatakan: ‘Jika angin tidak bisa menumbangkannya, maka kita satu orang satu jari juga dapat mendorongnya agar tumbang’” Mendengar semua perkataan ini, hati saya merasa sangat sedih, maka saya lalu berketetapan hati untuk meninggalkan gubuk kecil dan mencari tempat lain. Namun hendak kemana mencarinya? Sejak menjadi Bhiksuni, saya telah menemui banyak kesusahan, berkelana ke sana ke mari tanpa satu tempat yang tetap. Saya berpikir bahwa mungkin pembinaan kebajikan saya masih kurang cukup, sehingga disumpahi orang, mereka mau menumbangkan gubuk kecil saya dengan ujung jari tangan mereka; namun pada saat bersamaan memberikan satu pencerahan kepada saya, seketika itu juga saya diam-diam mengikrarkan satu cita-cita, suatu hari kelak, saya akan menghimpun banyak ujung jari tangan untuk mengembangkan sebuah kekuatan cinta kasih yang dapat memindahkan gunung dan sungai.
 
Harus menggunakan “tekad”, jangan menggunakan “emosi”

Anda sekalian! Pada saat itu saya tidak emosi, saya hanya memberitahukan pada diri sendiri: jangan menggunakan “emosi”, tapi harus menggunakan “tekad”; saya mengikrarkan satu “tekad”, karena sekarang saya dianggap remeh oleh orang lain, makanya mereka memperlakukan saya sedemikian rupa, maka saya harus sungguh-sungguh membina diri, jika saya mampu membina diri sampai tercapai cita-cita saya dalam merekrut orang secara luas, maka ujung jari semua orang juga dapat memindahkan gunung dan sungai. Seberapa besar tekad, sebegitu besar juga kekuatan yang timbul darinya, sekarang Tzu Chi telah memiliki lebih dari 1,8 juta anggota, secara bertahap juga berhasil mengembangkan kegiatan menolong kaum miskin dan membimbing kaum kaya di seluruh dunia, bekerja keras untuk mensucikan batin manusia dan menolong kaum miskin dalam masyarakat; namun pada lebih 20 tahun lalu, itu hanya merupakan sebuah cita-cita dari seorang wanita muda yang tidak sadar akan kemampuan diri sendiri, namun ternyata saya berhasil menggapainya dengan usaha tanpa kenal putus asa.

Ceramah Master Cheng Yen pada tanggal 20 Februari 1992
Dikutip dari Almanak Tzu Chi Tahun 1966 - 1992
 
用志不用氣 女孩立大願
 
有人問:「如何廣招徠眾,成就慈濟志業?」勾起了上人的回憶。

飄泊舊事 逆境增上緣

二十多年前,我尚未成立慈濟功德會,居無定所,四處流浪。後來有一位許聰敏老居士為我搭建了一間小小的屋子,就在現在靜思精舍的後面,地藏菩薩的小廟旁邊。那個屋子約有十尺長、十二尺寬,一切生活起居都在那兒,是佛 堂、是臥室、也是廚房。我一個年輕女孩住在那裏,但是有很多人都很關心我,尤其是一些老菩薩們時常來看我。有一次颱風來襲,一位素來疼我,住在地藏廟修行 的平老太太,她是東部發電處處長的母親,她兒子派車來接她回去。平老太太邀我同行,我說:「我只有這一間小房子,我要守著它。」平老太太說:「你一個人在 這荒郊野外,又是颱風天,我怎麼放心呢?你不去,我也不走了。」

我聽了好感動,也不忍心。而且在這小地方,萬一有什麼閃失,要如何向她兒 子 交代呢?只好答應與她一起到花蓮市去。當年我只有一幅西方三聖像,我請出佛像和一部經,到了外面,一陣強風颳來,把我吹的踉蹌倒地,爬起來回頭一看,小屋 子外面的竹籬笆牆在風雨中,竟然倒塌了!我很心疼,可是風雨這麼大,我只好向前走,坐車到花蓮去。第二天,風雨停了,我趕緊回來。平老太太說:「小屋一 定被颱風颳跑了。」我想:「牆已倒了,我回去還能有一個小精舍嗎?」

人人一根手指 眾力可轉山河

回到家,從地藏廟望過去──不但小屋還在,被北風吹倒的圍牆,竟然又正正的站立著!原來是南風把它扶了起來。我的心裡好感動,發願一定要好好的努力,更虔誠 的修行。許老居士的夫人來看我,她說:「妳的小屋有沒有損壞?」我說:「沒有,而且不可思議的是,北風把我的牆吹倒,南風又把它扶了起來。」她說:「那怎 麼可能!」仔細一看,果然如此,她感嘆道:「人要倒你,天不倒你。
 
我一聽這話中有話,就一直追問:「誰要倒我?」她老人家只好說:「地藏廟的人怕妳以後也再這裡蓋寺廟,會影響他們,所以心不自在,見颱風來都說:『風呀! 快把小屋吹倒吧!』也有人說:『若沒吹倒,我們一人一根指頭,也能把它推倒。』」我聽到這些話,心裡非常難過,決心放棄小屋,另謀棲身之處。但是,何去何 從呢?自棄俗出家後,我吃了很多苦,到處流浪,居無定所。又想到我是自己修德不夠,才會被人如此咒說,要用指頭把我的小屋推倒;但同時也給我一個啟示── 當下,我默默的許下了一個心願:將來有一天,我要集合很多的手指頭,發揮善的力量,可以轉動山河!

要用「志」不要用「氣」

各位!當時我沒有生氣,只告訴自己:不要用「氣」,要用「志」;我立下一個「志」,因為現在我被人家看不起眼,才會如此待我,我要認真修行,若能修得如願, 廣招徠眾,指頭也能轉山河!有多大的願,就有多大的力,如今慈濟有一百八十多萬會員,在世界各地陸續開展濟貧教富的工作,致力於人心的淨化與社會的救濟; 而二十多年前,它不過是我──一個小女孩,一分不自量力的願,鍥而不捨發展起來的!

證嚴上人開示於1992220
本文摘自:《慈濟年鑑(19661992
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar